Author: Syarif Ibrahim Alqadrie

EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN

 Ekonomi Politik Pembangunan:

Paradigma, Teori, Perspektif dan Pendekatan

Cover buku EPI34 baru.jpg

 

 

 

Penulis:

Prof. Dr. H. Syarif Ibrahim Alqadrie, M. Sc

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Published By:

 

Alqadrie Center Press Pontianak

 

 

 

Ekonomi Politik Pembangunan:

Paradigma, Teori, Perspektif dan Pendekatan

 

Penulis:

Prof. Dr. H. Syarif Ibrahim Alqadrie, M. Sc

 

 

ISBN: 978-602-72690-0-4

Editor : Prof. Dr. H. Syarif Ibrahim Alqadrie, M. Sc

 

Penyuting Teknis (Technical Editor): Holi Hamidin, S. Pd. I

 

Administrasi dan Tatausaha: Ismail Marzuki

 

Layout & Design Cover: Holi Hamidin, S. Pd. I

 

Penerbit: Lembaga Pendidikan Alqadrie Center

 

Redaksi:

Diterbitkan oleh Penerbit Alqadrie Center Press

Jalan Ma`ruf no 4 Jeruk Purut Jakarta Selatan; Jalan Kaliurang Perumahan Permata Kaliurang no.C6, Sinduharjo, Ngaglik Sleman Yogyakarta; Jalan Sintang P4 Kampus Universitas Tanjungpura, Pontianak;

No. Telp 62 561 745368; HP +62811562192; E-Mail: alqadriecenter@gmail.com; salqadrie@yahoo.com

Cetakan Pertama, Februari 2016

 

 

xxix + 78 Halaman: 160 mm x 240 mm

 

 

Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa seizin tertulis dari penerbit

 

 

PERSEMBAHAN PERTAMA

 

Pengalaman sangat menyedihkan 35 dan 28 tahun lalu – tepatnya 3 Januari 1977 s/d 10 Januari

1978, dan Maret 1983 s/d  September 1990 adalah ketika aku meninggalkan keempat puteri & putera tersayang dalam perburuan ilmu pengetahuan selama lebih dari  8 ½ tahun namun tetap belum pernah memuaskanku . Kami telah kehilangan waktu & kesempatan untuk saling merangkul, mendekap dan bergandengan tangan satu dengan lain.

Aku berjanji, perpisahan yang sangat memilukan dan membekas tajam di dalam jiwa,  hati & sanubari kami

tak akan pernah kuulangi lagi terhadap generasi ketiga kami. Namun upaya dan persiapan panjang untuk membuat jadi artikel, makalah dan bahan-bahan akademis lainnya, dan mengumpulkan mereka ke dalam buku ini, ternyata telah mengulangi lagi  masa-masa sulit seperti sebelumnya dan telah pula merampas hubungan bermain mesra kami – antara sembilan

Cucu-cucuku  dengan diriku.

Sebagai rasa penyesalan dan tanda maaf mendalam dan sekaligus perwujudan kebanggaan ku kepada mereka, buku ini khusus kutujukan kepada  cucu-cucu tersayang tersebut:

Raska,Dara, Deka,Akmal, Torik,,Nisa, Lia, Aji, & Ami

Dengan pesan: teruskan kerja keras, obsesi dan perjuangan keluarga besar kita yang belum selesai ini, agar karya kita menjadi yang terbesar, terbaik dan termanfaat bagi kemanusiaan, bangsa, negara, masyarakat, dan daerah.

 

 

 

 

 

PERSEMBAHAN KEDUA

 

Buat

Zul,Dian.Andri. dan Wiedya,

anak-anakku ,

serta

Sarah, Isteriku.

Mereka adalah sumber inspirasi, kerja kerasku, dan  telah mendorong & membuatku

menemukan diriku.

Namun, mereka telah menjadi korban

dari keangkuan (egoism) ku dalam dunia akademis.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Persembahan Tiga

 

 

 

 

Dipersembahan yang ketiga ini kusampaikan kepada kekasihku yang menyayangiku hingga akhir hayatnya,

 

Onga Hermina Sarah Roosen

 

Terima kasih banyak kuucapkan kepadamu. Karena ketulusan cinta dan sayangmu pada keluarga, engkau ikhlas mengorbankan kebersamaan kita.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Semua dari kita ini adalah pemimpin, pemimpin diri sendiri, keluarga, masyarakat dan negara, dan kelak di kemudian hari Allah akan meminta pertanggungjawaban  atas kepemimpinan itu

(Al-Hadits)

 

Manusia adalah makhluk yang bermartabat dan terhormat, martabat (dignity) mereka berasal dari fakta bahwa mereka menerima semangat dan martabat kemanusiaan itu dari Pencipta. Apa yang penting adalah bahwa martabat itu tidak dibatasi hanya untuk ras, warna kulit dan kelas manusia tertentu saja. Martabat atau harga diri itu merupakan hak dasar/alamiah manusia, setiap orang, makhluk yang luar biasa sempurnanya di dunia ini.

”konsep Islam Mengenai Alam Semesta” (Abdalati, 1975 :52)

 

Hidup

bukanlah

menunda kekalahan

dan kegagalan, tapi kegagalan

adalah sukses yang tertunda

(syarif Ibrahim Alqadrie, 2008)

Kata Pengantar Penulis

 

B

uku ini bermula dari kelangkaan bahan atau sumber bacaan dan referensi tentang bidang studi Ekonomi politik bagi masyarakat pada umumnya dan bagi mahasiswa di Kalbar pada khususnya. Dengan dukungan dari Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) dan Ketua Program Magister Ilmu Sosial (PMIS) Universitas Tanjungpura (UNTAN) Pontianak, penulis terdorong untuk menyelesaikan buku ini sebagai sebuah buku ajar tentang ekonomi politik sebagai salah satu upaya mengatasi kelangkaan tersebut. Karena kebutuhan akan sumber bacaan dan referensi dalam bidang studi terkait, atas dorongan dari beberapa rekan sejawatdan dukungan dari pimpinan fakultas, buku bacaan ini, yang semulanya merupakan sebuah buku ajar dengan sasaran relatif terbatas, ditingkatkan menjadi sebuah buku literature atau bacaan bagi masyarakat pada umumnya, dengan beberapa perbaikan, tambahan dan penyesuaian seperlunya.

Buku ini berkaitan dengan bidang studi ekonomi politik dan mengambil judul ‘Ekonomi Politik sebagai Perpaduan antara Ilmu Ekonomi dan Ilmu Politik: Paradigma, Teori, Perspektif dan Pendekatan. Ia diharapkan bukan saja dapat memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya mahasiswa akan bahan bacaan dalam bidang ekonomi politik, tetapi juga dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang bagaimana masyarakat mempelajari dan memperoleh kemakmuran baik bagi diri mereka sendiri maupun bagaimana kemakmuran itu diciptakan dan didistribusikan kepada masyarakat umum secara adil dengan bimbingan atau pengawasan dan koordinasi dari negara/pemerintah.

Kalau dalam ilmu ekonomi, setiap individu dan masyarakat diberikan kesempatan untuk memperoleh kemakmuran material, karena kemakmuran masyarakat pada dasarnya adalah perwujudan dari kemakmuran dari setiap individu. Dalam proses kegiatan ekonomi dan pencapaian kemakmuran material itu, segala sesuatunya diserahkan kepada meknisme pasar, negara tidak boleh campur tangan dan hanya berfungsi sebagai penjaga malam. Campur tangan dan control dari negara atau pemerintah terhadap kegiatan ekonomi masyarakat hanya akan mempersulit tercapainya keberhasilan dan kemakmuran material masyarakat.

Sebaliknya, sesuai dengan pengertian politik secara umum sebagai semua hal yang berkaitan dengan negara termasuk tugas, hak dan kewajibannya, kegiatan/peristiwa politik cenderung memberi peluang sangat besar kepada negara untuk campur tangan mengatur seluruh aktivitas masyarakat dan warganya, termasuk peristiwa ekonomi. Ini berarti ilmu politik sesuai dengan kata asalnya adalah juga ilmu yang mempelajari semua hal berhubungan dengan masalah dan kegiatan negara termasuk juga di bidang ekonomi. Ini dapat difahami karena kegiatan pembangunan ekonomi hanya akan berjalan dengan lancar sepanjang pembangunan itu berada dalam kondisi politik yang stabil.[1] Dengan kata lain stabilitas politik sangat menentukan berhasil tidaknya pembangunan ekonomi. Pendapat seperti itu untuk banyak kasus empiris diberbagai negara dapat diterima. Namun,  para penganut ekonomi neo-klasik, yang banyak melahirkan kapitalisme dan pemikiran liberalism, khususnya dalam bidang ekonomi, menolak campur tangan negara/pemerintah dalam  kehidupan ekonomi. Campur tangan negara terlalu besar dalam ekonomi, menurut aliran ini justru akan menjadi bumerang bagi kegiatan ekonomi negara dalam mencapai kemakmuran rakyat.

Berdasarkan pandangan ini, penganut ekonomi neo-klasik[2] percaya bahwa ekonomi paling produktif adalah ekonomi yang paling banyak member keleluasaan pada individu untuk melibatkan diri dalam kegiatan ekonomi yang mereka pilih dan untuk meraup keuntungan dari hasil kegiatan itu. Dalam pandangan ini ilmuwan ekonomi neo-klasik bukan hanya anti regulasi pemeerintah, tetapi juga menentang perpajakan yang sebenarnya bertujuan membagi kembali/ redistrusi (redistribute) kekayaan sebagaimana ditegaskan oleh Hayek[3]

Salah satu contoh campur tangan sangat fatal dari sejumlah aparatur negara dari lembaga baik eksekutif maupun legislatif dalam kegiatan ekonomi seperti apa yang dikenal dengan “perselingkuhan penguasa dengan penguasa” sebagai terjadi pada banyak kasus antara lain “Papa minta saham” dan perselingkuhan dalam bentuk lain antara actor-aktor dalam dua bidang tersebut misalnya dalam berbagai proyek public, menciptakan tidak saja kegaduhan perpolitikan negara tetapi juga ketertinggalan dalam kehidupan ekonomi. Hal seperti itu sangat dihindari oleh para teoritis ekonomi neo-klasik. Pemikiran semacam ini berkaitan dengan asumsi dasar ilmu ekonomi klasik yang berasal dari Adam Smith[4] dan pemikir setelahnya[5] bahwa kalau individu dibebaskan untuk mengejar kepentingannya sendiri, masyarakat secara keseluruhan akan memperoleh keuntungan; sebaliknya kalau individu dipaksa untuk mengejar kepentingan kolektif, masyarakat secara keseluruhan akan merugi. Pandangan seperti ini melahirkan ideologi individualisme dan liberalism.

Untuk beberapa negara yang pernah berada pada posisi menguasai sejumlah negara-negara terjajah dan menikmati keuntungan material, non-material dan ideologis dari penguasaan yang mereka lakukan selama 1 – 3 ½ Abad pandangan seperti itu mungkin dapat dipertahankan. Sebagian masyarakat dan rakyat dari bangsa-bangsa colonial tersebut sudah dapat menikmati kekayaan dan kemakmuran yang pemerintah mereka peroleh dari investasi penjajahan tersebut. Namun, bagaimana masyarakat, rakyat dan bangsa yang pernah dibelenggu selama itu? Mereka mengalami kehancuran dalam segi tidak hanya fisik dan material tetapi juga immaterial, mental dan moril. Lalu, mereka diajak untuk berkompetisi secara bebas dengan mereka yang sudah sangat siap karena telah memperoleh pendidikan, kekayaan dan kemakmuran di atas rata-rata. Kita dapat membayangkan secara nyata apa yang akan terjadi kalau negara atau pemerintah dengan kebijakannya tidak melindungi dan berpihak kepada mereka: Penghisapan, diskriminasi dan penderitaan kalau tidak penjajahan bentuk baru.

Karena itu kehadiran dan regulasi negara/pemerintah masih sangat diperlukan dalam mengatur kegiatan ekonomi bagi kemakmuran rakyat secara keseluruhan. Tampilnya ekonomi politik, yang merupakan wujud dari keprihatinan ilmuwan ekonomi dan ilmuwan politik dan mereka bersatu dalam menciptakan idea-idea pembangunan dalam memperhatikan nasib nasib rakyat kecil, merupakan “angin segar,”  bahkan –kalau dapat dikatakan—sebagai angin “surga” bagi mereka yang kurang bruntung.

Kehadiran buku sederhana ini diharapkan menjadi bahan tambahan bagi pembaca pada umumnya dan bagi para mahasiswa terkait pada khususnya baik sebagai masukan dalam studi di bidang ekonomi politik maupun sebagai upaya peningkatan wawasan dalam memahami kegiatan dan proses ekonomi melalui paradigm dan pendekatan yang lebih manusiawi. Karena itu, percampuran dua pisau analisis dan perspektif, yaitu ekonomi dan politik, dalam memahami kegiatan ekonomi, diharapkan akan memperkaya khasanah atau dunia akademis khususnya bahan  bacaan atau literatur pada studi bidang terkait.

Dengan selesainya buku ini, penulis merasa perlu menyampaikan terima kasih yang sebesar-besar dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan secara baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian buku ini. Terima kasih dan penghargaan itu antara lain disampaikan terutama kepada:

  1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL), Universitas Tanjungpura (UNTAN), Pontianak;
  2. Ketua Program Magister Ilmu Sosial (PMIS), UNTAN, Pontianak;
  3. Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi dan Sosiologi beserta Ketua Program Studi masing-masing dalam lingkungan FISIPOL, UNTAN, Pontianak;
  4. Ketua Program Studi (Prodi) Ilmu Administrasi Negara, Sosiologi dan Ilmu Politik dan Hubungan Internasional, PMIS, UNTAN;
  5. Ngusmanto selaku Ketua Umum Alqadrie Center dan salah seorang Pengurus Badan Penerbit Alqadrie Center;
  6. Holi Amidin, Sekretaris pribadi saya yang dengan setia mendampingi dan membantu menyelesaikan tugas-tugas sekretariatan sehingga buku ini dapat diselesaikan dalam waktu yang relative tidak terlalu lama;
  7. Dua puteri tercinta saya, Roossie Wiedya Nusantara dan Roossandra Dian Viejaya Alqadrie yang dengan sabar melayani dan memperlancar tugas-tugas pribadi saya baik sebagai akademisi maupun sebagai pribadi.
  8. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, namun tanpa beliau mustahil buku ini dapat tampil dihadapan para pembaca.

Penulis buku ini menyadari bahwa buku Pengantar Ekonomi Politik ini jauh dari sempurna, namun saya berharap agar ia dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya para mahasiswa, lebih khusus lagi mereka yang mengambil studi di bidang ekonomi politik. Karena itu, segala saran, kritik dan masukan dari pembaca demi perbaikan dan penyempurnaannya sangat dinanti-nanti.

 

Kota Tepian Kapuas, Awal Januari 2015

SI@

 

 

 

 

Kata Pengantar Ketua Program Magister Ilmu Sosial (PMIS)

UNTAN Pontianak

 

P

rogram Magister Ilmu Sosial (PMIS) UNTAN Pontianak, sudah lama tidak memiliki buku Bahan Ajar Mata Kuliah Ekonomi Politik Pembangunan seperti yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Syarif Ibrahim Alqadrie, M. Sc, ini. Selama satu setengah (1  ) tahun saya menjadi penanggung jawab PMIS UNTAN Pontianak ini, belum ada sebuah buku pun berkaitan dengan buku ajar. Karena itu menjelang 2 tahun kepemimpinan saya, saya menggagas perlunya buku Ajar pada setiap Mata Kuliah (MK). Padahal, buku Bahan Ajar itu penting bagi seluruh dosen dan mahasiswa.

Untungnya, masih ada beberapa dosen yang peduli dengan keresahan itu. Diantaranya ialah Syarif Ibrahim Alqadrie, seorang dosen dan peneliti senior, yang juga merupakan guru besar di UNTAN Pontianak. Kesibukannya tak lantas menurunkan semangat kerjanya dalam memberi motivasi  untuk para juniornya atau dosen lain.

Kebijakan saya selaku ketua pengelola PMIS UNTAN dan kesibukan beliau membuat buku Bahan Ajar ini tampaknya berbuah manis. Walau dalam kesibukan yang luar biasa, di kala pendidikan butuh seorang panutan, beliau datang dengan buku Bahan Ajar. Menurut saya, ini langkah awal menuju puncak keberhasilan suatu perguruan tinggi. Dosen-dosen lain pun tak akan tinggal diam melihat apa yang telah beliau mulai.  Mereka juga akan terjangkit virus positif atau virus Need for Achievement (N for Ach) darinya sehingga pada suatu hari nanti akan muncul banyak buku Bahan Ajar baru lainnya.

Sebagai Ketua Pengelola, saya apresiasi apa yang telah Syarif Ibrahim Alqadrie lakukan ini. Diantara bentuk apresiasi saya adalah meminta tiap-tiap dosen menyelesaikan Bahan Ajar atas MK yang diampuh mereka dalam waktu tidak terlalu lama. Tentu hal ini tak sulit. Sebagaimana telah diketahui bersama, pengalaman seorang dosen jauh lebih profesional daripada mahasiswa. Apalagi bagi dosen-dosen senior. Hakikatnya mereka memiliki bahan ajar itu, hanya saja mereka tak memiliki waktu banyak untuk membukukannya karena kesibukan mereka masing-masing.

Buku Bahan Ajar ini juga menambah stimulus dan motivasi bagi saya, tidak saja mempersiapkan rencana dan kebiasaan baru, tetapi juga meningkatkan standar pendidikan. Selaku pimpinan, di samping meningkatkan kerja keras tetapi saya juga hendak memberi keteladanan. Itu berarti bahwa saya sedang dan akan menoreh keberhasilan gemilang dalam dunia akademis. Sebenarnya saya sudah dan akan melakukan itu dari dulu demi almamater tercinta ini.

Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih banyak kepada penulis Bahan Ajar ini. Mudah-mudahan buku sederhana ini mampu membangun kesadaran mahasiswa menjadi lebih baik lagi. Tak hanya itu saja, saya berharap terbitnya buku ini mampu mendorong para dosen dan mahasiswa untuk meningkatkan cara mengajar dan belajar yang baik. Dengan Bahan Ajar ini, mereka akan berusaha menjadi yang terbaik.

 

 

 

Pontianak, Akhir Desember 2015

Dr. H. Martoyo, MA

Ketua PMIS UNTAN Pontianak

 

 

 

 

 

 

Kata Pengantar Penerbit

 

S

ebelumnya, Prof. Dr. H. Syarif Ibrahim Alqadrie, M. Sc, pernah menerbitkan 4-5 buku pada baik dipenerbitan kami maupun dipenerbitan lain sepanjang tahun 2014-2015. Buku-buku itu berkaitan dengan perjalanan serta dan pengalaman beliau ke luar negeri serta tulisan-tulisan yang pernah beliau terbitkan di media cetak. Kali ini, penerbit meminta agar beliau mau beliau menerbitkan buku Bahan Ajar Ekonomi Politik Pembangunan pada penerbitan kami dengan judul, “Pengantar Ilmu Ekonomi Politik: Paradigma, Teori, Perspektif dan Pendekatan”, beliau menerimanya dengan senang hati.

Bahan Ajar ini ditujukan untuk dosen dan mahasiswa UNTAN Pontianak. Adapun tujuan dari diterbitkannya buku ini antara lain adalah supaya buku yang sederhana ini dapat dikonsumsi tidak hanya oleh pihak UNTAN saja tetapi juga oleh masyarakat Indonesia sehingga buku ini dapat menjadi tolok ukur dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ekonomi politik di Indonesia.

Keberhasilan penerbit dalam menerbitkan buku ini tampaknya tidak hanya berada pada penerbit saja. Faktor penentu berhasilnya penerbit untuk menjadikan buku ini sebagai sebuah karya monumental, adalah terletak juga pada penulisnya. Penerbit tidak memerlukan banyak waktu untuk menyunting (editing) buku ini. Hal itu disebabkan tulisan ini sudah sekaligus disunting (edited).

Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada Prof. Dr. H. Syarif Ibrahim Alqadrie, M. Sc, selaku penulis buku Bahan Ajar Ekonomi Politik Pembangunan ini atas karyanya yang telah berkenan diterbitkan pada penerbit kami. Kami merasa tersanjung bisa bekerjasama dengan Syarif Ibrahim Alqadrie, selaku seorang dosen dan peneliti senior Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) dan guru besar Universitas Tanjungpura (UNTAN) Pontianak.

Akhir Desember, 2015

Holi Hamidin

Pimred Alqadrie Center Press

 

Daftar Isi

 

PERSEMBAHAN PERTAMA ……………………………………………..       iii

KATA PENGANTAR PENULIS ……………………………………………      vii

KATA PENGANTAR KETUA PROGRAM

MAGISTER ILMU SOSIAL (PMIS) UNTAN PONTIANAK ………….      xii

KATA PENGANTAR PENERBIT ………………………………………….     xiv

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..      xv

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………   xviii

BAB II  EKONOMI, POLITIK DAN PEMBANGUNAN,

DAN PENDEKATAN MASING-MASING ………………………        1

  1. Beberapa pengertian …………………………………………….. 1
  2. Beberapa pendekatan …………………………………………… 9

BAB  III PARADIGMA, TEORI, PERSPEKTIF

DAN PENDEKATAN DALAM EKONOMI POLITIK ………….      17

  1. Satu kesatuan saling berkaitan dan berhubungan : suatu analogi 17
  2. Beberapa pengertian…………………………………………….. 20

BAB  IV ILMU EKONOMI. ILMU POLITIK,

ILMU EKONOMI NEO-KLASIK DAN EKONOMI POLITIK ..      44

BAB  V TRANSFORMASI KONSEP EKONOMI KLASIK KE PILIHAN

PUBLIK DAN TEORI PILIHAN PUBLIK …………………………      52

  1. Transformasi konsep ekonomi klasik ke pilihan publik ….. 52

b.Teori pilihan publik: menjembatani ilmu ekonomi

….     dengan ilmu politik…………………………………………………      54

BAB  VI EKONOMI, POLITIK, PILIHAN PUBLIK (PUBLIC CHOICE)

DAN PILIHAN RASIONAL (RATIONAL CHOICE) ……………      59

BAB  VII HUBUNGAN PARADIGMA SISTEM

EKONOMI DENGAN SIFAT DASAR MEREKA………………      77

  1. Paradigma atau sistem ekonomi ……………………………… 77
  2. Unsur-unsur pemikiran dan politik sosialisme ……………. 91

BAB  VIII PERSPEKTIF DALAM EKONOMI POLITIK

DAN DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL …….      98

  1. Pengantar……………………………………………………………. 98
  2. Perspektif dalam ekonomi politik…………………………….. 99
  3. Perspektif dalam ekonomi-politik internasional …………. 100

DAFTAR PUSTAKA

  1. Buku bacaan /literatur …………………………………………… 114
  2. Internet ……………………………………………………………… 121

RIWAYAT HIDUP PENULIS ………………………………………………   125

DAFTAR TABEL

Tabel I ……………………………………………………………………….      41

Tabel II ………………………………………………………………………      45

Tabel III ……………………………………………………………………..      51

Tabel IV……………………………………………………………………..      52

Tabel V………………………………………………………………………      81

Tabel VI …………………………………………………………………….      99

Tabel VII ……………………………………………………………………   103

 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 …………………………………………………………………..      17

Gambar 2……………………………………………………………………      54

Gambar 3……………………………………………………………………      62

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.  Pembangunan Ekonomi, Ekonomi Pembangunan dan Sosiologi Pembangunan.

Studi tentang pembangunan ekonomi (economic development study) merupakan cabang dari dua disiplin sekaligus yaitu (1) ilmu ekonomi (economics) dan (2) ekonomi politik (political economics). Namun, studi pembangunan ekonomi dan ekonomi pembangunan masa kini (contemporary economic development and development economics study) sudah mulai memasukkan sosiologi pembangunan (sociology of development) dan sosiologi ekonomi (sociology of economy) sebagai bahan pelengkap analisis terhadap pembangunan ekonomi dan ekonomi pembangunan. Ini memungkinkan kedua macam studi itu akan menjadi lebih mendalam dan kritis dalam memahami arah dan melaksanakan pembangunan ekonomi dan ekonomi pembangunan.

Tampilnya sosiologi pembangunan dan sosiologi ekonomi merupakan konsekuensi tak terhindarkan dari prinsip citires paribus dan dari karakter sosiologisme. Hal ini akan dijelaskan pada bagian berikut.

Ekonomi pembangunan telah ada sejak tahun 1776 dengan munculnya buku karya Adam Smith, Wealth Of Nation,[6]  Namun, pembahasan sistematis tentang masalah dan proses pembangunan ekonomi di Negara/Dunia III (Tiga negeri A [threeple A countries]: Asia, Afrika, dan Amerika Latin) baru dilakukan sekitar 4 (empat) Dasawarsa lalu.

Ada sejumlah kalangan yang tetap menganggap ilmu ekonomi pembangunan bukan merupakan cabang khusus dari ilmu ekonomi yang memiliki ciri khas seperti halnya ilmu makro ekonomi, ilmu ekonomi ketenagakerjaan (Labor Economics), ilmu keuangan negara (public finance), ilmu ekonomi moneter (monetary economics). Kalangan ini percaya bahwa ilmu ekonomi Pembangunan merupakang campuran dari cabang-cabang ilmu tersebut dengan pemusatan perhatian pada perekonomian pada masing-masing negara di negara tersebut.

Todaro, Mubyarto dan saya (Alqadrie) sendiri tidak setuju degan pendapat itu, dan percaya bahwa ilmu ekonomi pembangunan memang bertolak dan tumbuh dari berbagai prinsip dan konsep dari cabang-cabang ilmu ekonomi lainnya baik dalam bentuk standar atau aslinya maupun yang telah dimodifikasi. Akan tetapi secara umum ilmu ekomi pembangunan merupakan bidang studi yang berdiri sendiri, bahkan sedang berkembang pesat dengan bersumber dari dan memiliki identitas analitis dan metodologinya yang khas.kan

Ada perbedaan antara pembangunan ekonomi dgn ekonomi pembangunan.[7] Pembangunan ekonomi adalah rangkaian usaha dalam suatu perekonomia

 

n untuk mengembangkan ekonomi negara/bangsa sehingga infrastruktur lebih banyak  dibangun: perusahaan lebih banyak berkembang dan taraf pendidikan dan teknologi makin meningkat sehingga kesempatan kerja diharapkan bertambah dan kemakmuran masyarakat tercipta. Sebaliknya ekonomi pembangunan adalah suatu bidang studi dalam ilmu ekonomi yang mempelajari masalah-masalah ekonomi di negara-negara sedang berkembang (NSB) dan kebijakan-kebijakan yang perlu dilakukan untuk mewujudkan pembangunan ekonomi. Dengan demikian, pembangunan ekonomi adalah suatu usaha yang dilakukkan sedangkan ekonomi pembangunan adalah suatu ilmu yang harus dipelajari.

  1. Politik Ekonomi dan Ekonomi Politik: Suatu  Perbandingan dan Realitas yang Terjadi.

Pembangunan ekonomi sebagai suatu usaha untuk mencapai kemakmuran masyarakat sering berkaitan dengan kebijakan atau politik ekonomi (economy politics), sedangkan kedudukan ekonomi pembangunan sebagai suatu ilmu atau bidang studi da

lam ilmu ekonomi secara metodologis hampir sejajar dengan ekonomi politik (political economics).  Sebagaimana diketahui, kedua istilah di atas sering disamakan dan dipertukarkan, padahal secara metodologis kedua istilah tersebut mengandung perbedaan yang substansial. Karena itu, dalam bagian ini perlu dibedakan antara politik ekonomi dengan ekonomi politik, seperti diuraikan di bawah ini.[8] Namun, sebelum itu, politik ekonomi dan ekonomi politik perlu dicari persamaan mereka terlebih dahulu..

Politik ekonomi dan ekonomi politik berasal dari dua cabang ilmu humaniora[

9] yaitu politik dan ekonomi. Ekonomi dan politik adalah dua cabang ilmu dan sistem yang tidak dapat disamakan, saling menjauh dan keduanya berjalan sendiri-sendiri sesuai dengan pengertian, fungsi, dan tujuannya masing-masing[10] Namun, di dalam perkembangan terbukti bahwa sistem perekonomian dan perpolitikan saling menunjang satu dengan yang lain. Oleh karena itu, gagasan untuk menjadikan ekonomi politik sebagai sebuah sistem keilmuan banyak bermunculan.[11]  Keduanya memerlukan dua unsur tersebut, ekonomi dan politik. Pada dasarnya, ekonomi politik, seperti Wahyuhadi Wibowo[12] lihat, mendorong negara menjadi alat dalam mengatur perekonomian masyarakat, karena pasar dianggap belum mampu berkembang, sehingga pemerintah dirasa perlu untuk “campur tangan” didalam perekonomian masyarakat. Dalam kondisi seperti ini, politik ekonomi tampil menunjukkan ciri dan karakternya yang mendorong negara untuk berperan kuat dalam mengawasi perekonomian. Namun, dalam berjalannya waktu, pandangan ini ditolak, karena pemerintah (negara) dianggap bukan lagi sebagai actor dan agen yang baik untuk mengatur kegiatan ekonomi, tetapi lebih pada “penjaga malam” dan badan

yang hanya bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat. Kondisi seperti itu mendorong tampilnya politik ekonomi yang mengurangi peran negara dan menyerahkan perekonomian negara kepada pasar. Itulah yang menjadi salah satu faktor keduanya memiliki hubungan dan persamaan erat.

Politik ekonomi merupakan unsur yang menjadi alat dari ekonomi dan rasionalisasi kekuatan politik dalam melaksanakan rencana-rencana untuk mencapai sasaran yang dikehendaki. Secara umum alat ekonomi ini berada pada tahap das sollen, karena dipandang tidak sama dan tidak juga sebangun dengan ilmu pengetahuan, tetapi ia hanya sebagai sebuah hasil dari kebijakan/politik khususnya dalam ilmu ekonomi (product of

economic science policy). Akan halnya ekonomi politik, ia disebut sebagai atau berkarakter das sains, karena di dalamnya secara eksplisit dapat ditemui berbagai prasyarat keilmuan, yang memiliki wilayah kajian yang luas sebagai ilmu maupun pengetahuan menyangkut studi tentang hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara faktor ekonomi dan faktor politik.

Di negara Indonesia, ada banyak realitas yang merumuskan peran ekonomi dan politik itu sendiri. Ekonomi adalah system yang tidak hanya  merangkul sistem-sistem lainnya, sebagaimana diamati oleh Wibowo,[13] tetapi juga dipengaruhi sistem-sistem tersebut. Buktinya adalah ketika terjadi peristiwa tragis pada salah satu sistem negara,

sistem perekonomian akan terbawa dan ikut menjadi korban. Baik permasalahan dalam segi pendidikan, pertahanan negara, konflik kekerasan, bencana alam, maupun masalah politik suatu negara akan berpengaruh pada system perekonomian negara tersebut. Sebaliknya masalah politik di negeri ini berkaitan dengan dan menyentuh segala sesuatu dan apapun yang dapat dikelola dan dibesarkan dengan politik sehingga politik dapat masuk ke berbagai hal dan sistem, seperti pendidikan, perekonomian, olahraga, kesehatan, perdagangan, dan lain sebagainya. Tidak ada celah yang menutup ruang untuk mencegah masuknya politik pada sebuah system di Indonesia.  Itulah sebabnya mengapa standar pendidikan dalam suatu negara sulit meningkat dan kalah dari negara-negara lain, karena politik praktis yang menguntungkan ekonomi dari oknum atau individu dan kelompok dalam jangka pendek telah menghancurkan pendidikan. Sebaliknya, tampilnya politik sebagai suatu s

tudi yang menampilkan paradigma, teori dan perspektif konstruktif dalam aktivitas ekonomi akan mendorong negara untuk berfihak pada kepentingan ekonomi seluruh lapisan masyarakat. Karakteristis seperti ini ditampilkan dalam ekonomi politik dalam mendorong negara untuk mengatur kemakmuran masyarakat secara lebih adil.

 

  1. Potensi Sumber Daya Alam dan Realitas Kehidupan Berbangsa

Berdasarkan beberapa sumber, Indonesia termasuk negara kaya di dunia bersama dengan negara lain dalam urusan sumber daya alam (SDA). Negara ini memiliki produksi emas sebesar 6,7 % dari total produksi emas di dunia atau peringkat ke-6 di dunia, logam tembaga diproduksi sebanyak 10,4 % dan menduduki posisi ke-2 di dunia, batubara tercatat berproduksi sebanyak 246 juta ton atau berada di peringkat ke-6 terbesar di dunia setelah China, Amerika, Australia, India dan Rusia, [14] serta menduduki peringkat ke 21 dari total 210 negara dalam kontribusi minyak dunia.[15] Masih banyak lagi mineral dan sumber daya alam lain terkubur di bumi Indonesia sehingga membuat negara ini menduduki antara 2 – 7 besar dunia. Namun, pertanyaan menggelitik kita apakah hasil tambang itu  telah dirasakan manfaatnya bagi seluruh bangsa ini? Nyatanya belum, karena sebagian besar  hasi

l tambang di Indonesia di ekspor dan dalam keadaan “mentah.”  Kondisi seperti ini memerlukan tidak hanya kebijakan atau politik ekonomi yang mencegah “politik” oknum yang menggerogoti ekonomi bangsa ini.

Penggerogotan ini tampaknya berkurang dengan keluarnya  UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Perminerba) dan  Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 7 Tahun 2012 yang berisi kewajiban bagi para pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Mineral (Opromin) untuk melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian (Pengpem), dan/atau bentuk kerja sama Pengpem) mineral di dalam negeri. UU dan Permen ini akan mulai diberlakukan pada tahun 2014. Ini berrti bahwa Indonesia tidak akan lagi menjual barang mentah ke luar negeri, karena proses  perubahan dari bahan mentah (ore) menjadi bahan jadi (logam) harus dilakukan di Indonesia

Kenyataan menyedihkan ini mendorong lahirnya ekonomi politik yang memungkinkan negara tampil baik dalam mengawasi sistem dan kegiatan ekonomi pasar yang “brutal” dan berkarakter kapitalis “banci” seperti sedang terjadi di negeri ini, maupun dalam

menerapkan paradigm politik dan ekonomi yang lebih etis dan normatif sehingga mampu mencegah “politik oknum” yang menggerogoti ekonomi bangsa dan masyarakat kecil. Dalam kaitan dengan norma dan etika, Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations[16] dan sebuah lagi yang ditulis 17 tahun lebih awal dari buku keduanya, yang lebih “berat,” dan lebih “filosofis” yaitu The Theory of Moral Sentiments,[17] menunjukkan bahwa Bapak ilmu ekonomi dunia ini bukanlah penganut paham dan penyebar ilmu ekonomi kapitalis liberal yang amoral. Paham liberalisme-imperialisme, berdasarkan pengamatan Muby

arto,[18] baru berkembang satu abad sesudah terbitnya kedua buku tersebut yaitu ketika kaum pemodal atau para pemilik modal Eropa Barat “merajalela” di seluruh dunia menjarah tanah-tanah jajahan sumber “harta karun” yang sangat bermanfaat bagi ibu negara (motherland). Penjarahan ini menjadi dan akhirnya dianggap syah (legitimate) karena penjajahan itu diperkuat dengan penyebaran agama (gospel) dan mengubah budaya penduduk lokal.

Tidak ada alasan untuk menyangkal kedudukan Indonesia sebagai negara kaya dengan SDA-alamnya. Namun, dalam realitasnya situasi bangsa saat ini jauh “langit dari bumi.” Kekayaan alam sangat kaya tidak berdampak berarti bagi kesejahteraan masyarakat. Segolongan kecil masyarakat kaya memperoleh pendapatan sangat besar, sedangkan tidak sedikit kelompok sangat besar masyarakat “mati kelaparan” di lumbung padi Negara ini. Banyak pertanyaan muncul sejak lama, mengapa kesenjangan seperti ini terjadi?

Jawaban yang paling klasik adalah bahwa sumber daya manusia (SDM) Indonesia belum mampu mengolah sebagian SDA-nya. Namun, data dunia[19] yang menyatakan bahwa Indonesia masuk ke dalam 9 besar negara-negara yang memiliki para mahasiswa terbanyak mengalahkan para mahasiswa Amerika, Jepang dan (tambahan penulis) sebagian besar negara Eropah. Data itu dapat menolek anggapan bahwa Indonesia belum memiliki SDM yang mampu mengelola SDA mereka. Namun, kalaupun mau disebut “ketidakmampuan,” itu lebih disebabkan oleh fakta: sistem sosial, ekonomi dan politik yang tidak menghidupkan keseimbangan antara ganjaran (reward) dengan hukuman (punishment);  tidak ada tempat bagi] mahasiswa Indonesia yang jujur, trampil, tingkat intelektual tinggi lebih mendapat tempat di luar negeri tempat mereka menuntut ilmu daripada di negeri mereka sendiri.

Berbeda dengan Singapura, negara ini mendapat peringkat negara terkaya ke 4 di dunia, memiliki luas secara geografis tidak lebih besar dari pulau Jawa (khususnya Jawa Barat = tambahan penulis), dan tidak memiliki SDA. Hal ini akan menjadi tantangan bagi Indonesia di masa depan. Negara memang tidak mengatur perekonomian secara kese

luruhan sesuai dengan pemahaman ekonomi politik, tetapi bangsa ini adalah “sosok” yang mengatur kebijakan dalam upaya menyejahterakan masyarakat.[20]  Hal ini berterkaitan dengan kebijakan (dari oknum) pemerintah yang secara fakta dapat dikatakan merugikan masyarakat Indonesia.

Fenomena ekonomi seperti ini dapat dilihat dari sejumlah kebijakan impor yang tidak tepat. Kasus impor sabit, misalnya pacul/cangkul, parang, pisau, alat penebas dan alat-alat pertanian tradisional lain sejak dua decade lalu sampai sekarang telah mengobrak-abrik lapangan kerja dan ekonomi masyarakat pengrajin kecil.  Bahkan, dalam sub sektor perdagangan hasil pertanian, impor kentang, yang sempat meresahkan petani lokal beberapa waktu silam, menunjukkan betapa tingkah  laku pemerintah (kh

ususnya oknum-oknum instansi terkait) dalam merumuskan kebijakan seolah-olah tidak berpihak kepada petani lokal dengan tidak memperdulikan bahwa sejumlah produk lokal sudah lebih baik dan layak digunakan dari pada produk impor, dan ini sudah terbukti.

Slogan yang selama ini didengungkan untuk “mencintai produk dalam negeri,” sebagaimana mengecewakan banyak pihak,[21] seolah hanya sekedar “bisikan setan” belaka. Ketidakpedulian seperti ini sebenarnya lebih didasarkan tidak hanya sistem ekonomi dan sistem politik yang  tidak berpihak pada rakyat tetapi juga pada kurangnya rasa nasionalisme para apparatur pemerintah/negara. Mereka tampaknya lebih menekankan pada kepentingan ekonomi dan politik jangka pendek pribadi, keluarga, kelompok politik mereka ketimbang kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Karena itu, kebijakan atau politik ekonomi yang merakyat (populist economic policy/politics) dan ekonomi politik yang dijiwai oleh paradigma kemanusiaan (humanist para

digm in political economics) sangat ditunggu keberadaannya baik dalam dunia akademi maupun dalam implementasi kebijakan.

  1. Latar Belakang Lahir dan Berkembangnya Ekonomi Politik
  2. Ekonomi Politik Perpaduan antara Ilmu Ekonomi dan Ilmu Politik

Ilmu Ekonomi dan Ilmu Politik merupakan 2 (dua) dari sejumlah cabang dari Ilmu Humaniora. Pada dasar Ilmu pengetahuan di dunia ini dibagi ke dalam 2 (dua) bagian besar: Ilmu eksak/pasti/alam, dan ilmu humaniora.

Ilmu eksak meliputi antara lain ilmu teknik meliputi teknik sipil dengan spsialisasi teknik bangunan, jalan, bendungan, kawasan, pertamanan dan sejenisnya; teknik elektro/kelistrikan seperti listrik tenaga air, angin, dan surya; Teknik mesin; teknik lingkungan, dan lain-lain;  Ilmu Nuklir; Ilmu pertanian seperti antara lain

pertanian pangan, ilmu tanah, ilmu penyakit tanaman, kehutanan, perkebunan, perternakan, kehewanan, dan perikanan; Ilmu kelautan dan kemaritiman; Ilmu pertambangan seperti antara lain pertambangan minyak, gas, batubara, boksit, emas, dan batua-batuan;  Ilmu matematika, pengetahuan alam dan biologi (MIPA), dan sebagainya; Ilmu Kedokteran: kedokteran manusia, kedokteran gigi, kedokteran hewan, dengan berbagai spesialisasinya, dan lain-lain; dan banyak lagi cabang ilmu Eksak. Akan halnya ilmu-ilmu yang tergolong ke dalam ilmu humaniora pada garis besarnya adalah ilmu sosial, ekonomi, politik, filsafat, bahasa, kesenian dan lain sebagainya.

Ilmu sosial antara lain terdiri dari ilmu sosiologi, antropologi, psikologi, geografi, demografi, etnologi, etnisitas, hukum, adminitrasi,  sejarah, dan arkeologi. Ilmu ekonomi antara lain meliputi ilmu ekonomi pembangunan, manajemen, ekonomi makro, ekonomi mikro, akutansi, perusahaan, perbankan, ekonomi syari’ah dan ekonomi perbatasan. Ilmu yang termasuk dalam ilmu politik antara lain ialah ilmu pemerintahan, sis

tem politik, hubungan antar-bangsa (international relations), ilmu negara, politik antar bangsa, diplomasi, dan perbatasan. Ilmu filsafat terdiri dari filsafat klasik dan filsafat masa kini; Ilmu bahasa meliputi antara lain struktur bahasa (grammar), linguistis, dan sebagainya; Ilmu kesenian terdiri tari, musik, tarik suara/nyani, dan sebagainya; dan lain sebagainya.

Dua cabang ilmu humaniora, ekonomi dan politik, saling menjauh, bukan seharusnya saling mendekat, sebagaimana itu terjadi pada ilmu eksak/alam.[22] Bahkan, sebaliknya karakter keterhubungan pada ilmu eksak dapat juga ditemui pada cabang ilmu sosiologi yang memiliki karakter sosiologistis.[23]

Penganut aliran sosiologisme, khususnya ilmu sosial, lebih khusus lagi pada sosiologi, percaya bahwa ilmu sosiologi dapat membantu ilmu-ilmu sosial bahkan terhadap sejumlah ilmu eksak dalam  memahami masalah yang dihadapi ilmu-ilmu tersebut. Karena itu adalah tidak mengherankan kalau kemudian timbulnya antara lain sosiologi politik (political sociology), sosiologi ekonomi (sociology of economy), sosiologi hukum (sociology of law), sosiologi etnis (sociology of ethnicity), sosiologi birokrasi (sociology of bureaucracy), sosiologi administrasi (sociology of administration), sosiologi agama (sociology of religion), sosiologi pedesaaan (rural sociology), sosiologi pengetahuan (sociology of knowledge), sosiologi wanita (sociology of women/feminism/gender), sosiologi pembangunan (sociology of development), sosiologi perbatasan (sociology of border), sosiologi pertanian (agricultural sociology), sosiologi kehutanan (forestry sociology), sosiologi industri (industrial sociology), dan sosiologi kesehatan/kedokteran (medical sociology).

Bahkan, salah satu program study pada teknik sipil, arsitektur, berkembang dengan pesat setelah para ahlinya menggunakan sejumlah pendekatan sosial antara lain seperti sosiologis, antropologis, budaya, dan geografis. Ini menunjukkan bahwa dalam dunia moderen ini, hampir tidak ada masalah yang dapat berdiri sendiri,[24] dan harus berbagi ilmu pengetahuan serta dipengaruhi oleh faktor penyebab.[25]

Ekonomi dan politik sebagai dua cabang ilmu pengetahuan yang termasuk dalam ilmu humaniora dapat dan seharusnya berkorelasi dan berhubungan satu dengan lai

n dalam semangat dan realisasi dari karakter sosiologisme dan citires paribus. Karena semangat itu, para akhli dari dua cabang ilmu humaniora itu bersatu membentuk satu cabang ilmu pengetahuan yang disebut Ekonomi Politik. Semangat itu tampaknya dilandasi oleh kesadaran kemanusiaan yang selalu meningkat (ever increasingly humane consciousness) dari para akhli tersebut akan pentingnya paradigma, teori dan perspektif dari ilmu pengetahuan mereka masing-masing (ilmu ekonomi klasik dan ekonomi baru serta ilmu politik tradisional) untuk diabdikan kepada masyarakat dan bangsa. Pengabdian itu antara lain berbentuk agar negara/politik tetap berperanan tidak hanya mengawasi setiap aktivitas ekonomi dalam mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi antara mereka yang berpunya (the haves) dan yang tidak berpunya (the haves not) tetapi juga membuat dan mengimplementasi kebijakan politik yang manusiawi.

Keterhubungan antara ekonomi dan politik menjadi ilmu ekonomi politik didasarkan pula pada kesadaran para akhli dari kedua cabang ilmu itu bahwa teori-teori canggih dalam ekonomi lama (classical economics) yang kemudian berkembang pesat menjadi eko

nomi lama yang diperbarui (new classical economics) ternyata telah menciptakan pencapaian ekonomi yang luar biasa tinggi pada sekelompok kecil orang-orang dalam sector ekonomi yaitu pengusaha dan pemilik modal (economic elites) dan sector politik yakni penguasa (political elites). Dua golongan masyarakat ini dalam dunia ekonomi nyata dan dunia politi

k praktis sering menggalang persekutuan atau persekongkolan. Namun, kecanggihan teori dan persekongkolan itu cenderung menutup akses bagi rakyat kecil untuk memperoleh pencapaian ekonomi politik, bahkan bukan tidak boleh jadi menjauhkan mereka dari pencapaian demokrasi dalam politik dan kemakmuran dalam ekonomi. Ini lebih lanjut membuat mereka tidak hanya semakin jauh baik dari keadilan maupun kemakmuran tetapi juga menjadi penonton pasif dari hiduk pikuknya aktivitas ekonomi dan politik. Untuk mencapai itu, para akhli dan penganut kedua cabang ilmu ini sudah bertekad bulat memperbaiki dan mensintesiskan dua metodologi, paradigma dan teori mereka yang berkarakter khas bagi kemaslahatan masyarakat, bangsa dan negara dima

na mereka berada.

[1]     Lihat Mohtar Mas’oed, Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press. 2002.

[2]   Lihat pandangan para ilmuwan ekonomi neo-klsik dalam Mohtar Mas’oed, Ekonomi Politik Pembangunan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 2001:17.

[3]     Lihat Fredrick  A. Hayek, The Constitution of Liberty. London: Routledg

e, 1990: part I

[4]     Lihat Adam smith,  The Wealth of Nations, The University of Chicago Press, Chicago, 1776.

[5]    Lihat Thomas Sowell (2006). On classical economics. New Haven, CT: Yale University Press, 2006; Lihat juga David Ricardo dalam https://id.wikipedia.org/wiki/David_Ricardo

[6]   Lihat Adam Smith, The Wealth of Nations. The University of Chicago Press, Chicago, 1776.

[7]   Lihat  https://www.academia.edu/4318434/Pembangunan_ Ekonomi

_dan_ Ekonomi _Pembangunan  (posted 25012015)

[8]   Lihat http://www.kompasiana.com/habsulnurhadi/ekonomi-politik-baru-dari-pengertian-sampai-contoh-empirik-pembangunan_ 55 2b0629f17e611260d6240c (posted 23012015)

[9]     Ilmu Humaniora yang menaungi kedua cabangnya, ekonomi dan politik, akan diuraikan pada bagian berikutnya.

[10]  Lihat http://www.kompasiana.com/wahyuhadiwibowo/ekonomi-politik-ataukah-politik-ekonomi_ 550e0b 01 8 13311b72cbc611d  (posted 20012015)

[11]     Diskusi tentang latar belakang timbulnya ekonomi politik didiskusikan pada bagian berikutnya.

[12]     http://www.kompasiana.com/wahyuhadiwibowo/ekonomi-politik-

ataukah-politik-ekonom 550e0b 0 1813311b72cbc611d (posted 020012015)

[13]     Wibowo dalam Kompasiana, Ibid.

[14]   Lihat Suara Mahasiswa UI dalam http://suma.ui.ac.id/2012/05/30/ketika-indonesia-bersiap-menjadi-negara-kaya-karena-tambang/ (posted 27012015)

[15]    Lihat Adiwibowo dalam http://www.kompasiana.com/wahyuhadiwibowo/ekonomi-politik-ataukah-politik-ekonom 550e0b 0 1813311b72cbc611d (posted 020012015)

[16]   Lihat Adam Smith, Op. Cit. 1776.

[17]   Lihat Adam Smith,  The Theory of Moral Sentiments, Washington D.C. Regnary Publishing, 1759..

[18]  Lihat Mubyarto, “Bagaimana Belajar Ilmu Ekonomi,” dalam Mubyarto

, 2004, Pendidikan Ekonomi Kita,  Aditya Media, Yogyakarta, 2004.

[19]   Lihat Adiwibowo dalam Op. Cit (posted 020012015)

[20]   AdiwIbowo, dalam Ibid. posted 020012015)

[21]   Ibid

[22]   Hampir semua cabang ilmu-ilmu eksak/pasti/alam saling berkaitan satu dengan lain, misalnya ilmu bedah pada kedokteran memerlukan anastesi (pembiusan); Ilmu Nuklir dan pesawat terbang memerlukan ilmu dasar matematika dan fisika; ilmu kedokteran, peternakan, ilmu teknik dan ilmu pengetahuan alam lainnya saling berhubungan melalui hukum bejana berhubungan. Hal ini tidak mengherankan karena ilmu eksak dan ilmu Alam memiliki teori besar/teori induk (grand theory). Pada ilmu humaniora, khususnya ilmu politik dan ilmu ekonomi, hamper tidak ada hubungan antar cabang seperti terjadi pada ilmu eksak melalui teori besar / induk tersebut. Ada kesan bahwa kedua cabang ilmu humaniora itu saling menjauh dengan keakuan (egoism) masing-masing.

[23]   Sosiologisme adalah aliran yang mempelajari atau menekankan korelasi atau keterkaitan antara sosiologi dengan ilmu-ilmu sosial lainnya seperti antara lain dengan antropologi, politik, ekonomi, psikologi, geografis, demografis dan  hukum (dalam  http://old.bukabuku.com/browse/bookdetail/65358/esensi-moralita

s-dalam-sosiologisme.html, posted 23012015.)

[24]   Saling keterkaitan dan pegaruh mempengaruhi antara satu entitas dengan entitas lainnya menunjukkan adanya karakter citires paribus dalam ilmu-ilmu sosial. Ini menunjukkan bukti bahwa bekerjanya fenomena sosial, bahkan fenomena alam untuk kasus-kasus tertentu, dipengaruhi oleh berbagai faktor, bukan hanya oleh satu

faktor tunggal [dalam http://ageng-julianto.blogspot.co.id/2011/10/ceteris-paribus.html (posted 27012015)].

[25]  Prinsip ‘citiries paribus’ adalah sebuah prinsip atau code of conduct dalam ilmu sosial pada mana gejala dan fenomena sosial tidak terjadi karena dipengaruhi oleh satu faktor sosial saja seperti pada ilmu pasti tetapi mereka juga dipengaruhi oleh berbagai atau paling tidak oleh beberapa faktor sosial. Fenomena menangis misalnya tidak disebabkan hanya oleh satu faktor sosial misalnya bersedih karena ditinggal mati oleh seseorang. Fenomena itu juga boleh jadi disebabkan oleh perasaan terlalu bahagia/gembira. Begitu juga konflik sosial, fenomena ini tidak dipengaruhi oleh satu faktor, tetapi oleh lebih dar

i satu faktor yaitu budaya dan non-budaya yaitu faktor geografis dan struktural seperti eko

nomi atau politik. Karena itu, satu cara pandang tertentu dengan kemampuan mengungkapkan faktor khasnya dalam memahami kekerasan akan lebih lengkap seandainya dilengkapi pula dengan perspektif lainnya dengan faktor khasnya baik sebagai faktor faktor akar (main/root factors) maupun sebagai faktor pemicu (triger factors) [Lihat Syarif I. Alqadrie,  “Paradigma dan Perspektif dalam Ilmu Sosial” {hal. 1-24}, dalam Suara Almamater. No.8. Nopember. Publikasi Ilmiah Universitas Tanjungpura, 1990]

 

DEMO SUPER DAMAI 2/12, CAGUB DKI ILLEGITIMATE, “DAN MAKAR (?)”

“Hasil pemeriksaan, konstruksi hukum pengumpulan alat bukti, malam ini dengan bukti permulaan yang cukup, saudara Buni Yani (BY) dinaikkan statusnya sebagai tersangka,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono dalam jumpa pers di, Jakarta, Rabu, 23/11/2016 [DetikNews, 23/11-2016). Penetapan BY sebagai tersangka kedudukan menjadi Seri 1 : 1, sama kuat dengan Basuki Tjahaja Purnama (BTP).

Terlepas dari setuju tidaknya penetapan BY sebagai tersangka, banyak orang, termasuk sejumlah besar mahasiswa dan akademisi sudah menduga 2 minggu sebelumnya bahwa akhirnya statusnya BY akan sama dengan BTP. Penetapan itu merupakan perimbangan dengan status BTP yang dituntut oleh sekelompok besar masyarakat agar petahana Gubernur DKI itu ditahan.

Dengan status BTP sebagai tersangka dan ia juga tidak ditahan, para pejabat keamanan terkait ingin menunjukkan “keadilan hukum” kepada masyarakat Indonesia, bahwa BY, dengan status yang sama dengan BTP, juga tidak akan ditahan. Namun, saya cemas bahwa kondisi bangsa ini akan sangat berbahaya kalau BY ditahan sedangkan BTP tidak.

Tulisan ini tidak ingin berpendapat perlu tidaknya BTP dan BY ditahan, bukan juga bermaksud untuk menyatakan bahwa proses hukum baik BTP sudah “berjalan” sesuai dengan keinginan rakyat, maupun BY  sudah juga “memenuhi” rasa keadilan. Namun, ia ingin mendiskusikan mengapa doa bersama umat pada 2 / 12 akan diselenggarakan di Monas, dan aksi apa lagi yang akan dilakukan oleh sejumlah besar umat Islam, khususnya orang-orang Betawi, seandainya BTP tidak ditahan. Mengapa pula Rujuk Nasional, setelah 2 / 12, perlu dilasanakan?

Aktivitas Doa Bersama: Unjuk Rasa atau Bukan?

Dalam wawancara dengan wartawan 28 / 11 lalu, Presiden Joko Widodo lebih setuju aktivitas Jum’at 2/12 disebut sebagai doa bersama atau apapun namanya, misalnya Istigosha, ketimbang unjuk rasa  atau demonstrasi (“Demo”). Istigosha, menurut Syeihkul Islam Ibnu Taimiah, adalah meminta pertolongan, dalam rangka menghilangkan musibah atau bencana. Dalam kegiatan Istigosha pada umumnya doa dilakukan bersama-sama.

“Demo,” istilah yang ditakuti pejabat, adalah protes sekumpulan orang di depan umum (https://www. google.co.id/ Pengertian+  Demonstrasi + atau+Ujuk+Rasa], yang dilakukan untuk menyatakan pendapat atau menentang kebijakan atau upaya menekan pemerintah atau kelompok tertentu secara politis. Unjuk rasa merupakan salah satu cara bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi demi kepentingan bersama dalam bentuk kritik, saran, usulan dan penolakan terhadap kebijakan   (http://www. Dunia pelajar. com/ 2014/ 07/ 15/ pengertian-demonstrasi/).

Dari pengertian di atas, sebenarnya tak ada masalah dengan istilah yang digunakan pada aksi Jum’at, 2/12 itu: kegiatan Istigosha atau unjuk rasa adalah sami mawon. Aksi 2/12, sebagai reaksi terhadap penistaan agama, dapat juga disebut unjuk rasa yang pelaksanaannya menggunakan cara Istigosha. Namun, aksi itu dilaksanakan dengan ‘super damai.’

Keberatan terhadap istilah unjuk rasa atau Demo dilandasi oleh 2 kekhawatiran. Pertama kegiatan itu cenderung disusupi oleh orang atau kelompok tak bertanggung jawab, sehingga ia akan mengandung mudharat bagi rakyat. Kedua, hampir setiap kegiatan unjuk rasa selalu mengarah pada penumbangan kekuasaan (makar).

Mengapa Aksi 4/11 dan 2/12, Kapan Berhenti?      

Pertanyaan menggelitik adalah mengapa aksi 4/11 berlanjut dengan 2/12, padahal BTP sedang menjalani proses hukum? Kapan sajakah Aksi Super Damai ini akan berhenti? Ada tiga kebenaran dalam jawaban ini. Pertama, wawancara saya dengan beberapa Ulama, tokoh atau pemuka masyarakat dan pemuda Betawi, menyimpulkan memang ada kepentingan mendesak  (great urgency) bagi proses hukum BTP. Kedua, proses hukum BTP dikhawatirkan akan jauh dari apa yang seharusnya berjalan berdasarkan hati nurani (inner feelings) dan etika politik (political ethics). Ketiga, apapun keputusan hukum tetap BTP,  akan bebas. Begitupun, tingkah laku dan  proses politik BTP, Parpol pendukung, oknum pejabat yang tidak peka terhadap realitas sosial, dan kekuatan pembelanya, tidak akan berubah: “rawe-rawe rantas, malang-malang putung“ (Segala yang merintangi maksud dan tujuan, harus disingkirkan). Itu tampaknya diperkuat oleh kekuatan ekonomi politik bayangan (shadow political economy power/SPEP).

SPEP dimaksud menuntun dan diperkuat oleh tingkah laku dan proses politik empat pihak di atas. Mereka ditopang  oleh perusahaan multi-national (MNC) raksasa dan korporatokrasi (sistem kekuasaan bersumber dari MNC) pengejar keuntungan besar semata dengan melumpuhkan kepentingan nasional [Alqadrie, “Cagub DKI, Unjuk Rasa Damai & Korporatokrasi” dalam Pontianak Post, 6 / 11-2016:12).

 

 

Ilmul Yaqin dan Ainul Yaqin

Dari tiga alasan (sub-factors) tersebut sejumlah besar pihak netral di daerah dan di luar Jakarta, berkeyakinan (dua keyakinan: Ilmul yaqin (عِلْمُ الْيَقِينِ) dan Ainul yaqin
(عَيْنُ الْيَقِينِ) – walau belum sampai pada Haqqul yakin  (حَقُّ الْيَقِينِ)  — bahwa Aksi 2/12 Super Damai tidak akan selesai, dan rujuk nasional belum akan dilaksanakan sebelum “nila setitik” dibuang, demi kemaslahatan “santan” se belanga. Dalam perbincangan pada program TV ONE, pukul 20.30, Selasa 29 Nopember 2016, Syafi’e Antonio menegaskan bahwa Indonesia  sangat mahal dibanding dengan satu orang yang sudah membuat masalah dan sudah dinyatakan tersangka.

Inilah sebenarnya faktor utama (root factor). BTP tak lagi diterima rakyat  (people illegitimacy), khususnya umat dan rakyat Betawi, yang Kitab Suci mereka dilecehkan. Masyarakat Betawi mendorong agar semua kita seharusnya menjadi bangsa yang lebih memiliki kearifan normative sesuai dengan budaya dan tradisi bangsa ini. Kearifan ini hendaknya termasuk pimpinan tertinggi dan strategis dalam bidang Eksekutif dengan para pembantunya, bidang Legislatif yaitu DPR RI dan DPR DKI, khususnya Ketua-Ketua fraksi dan komisi terkait, dan Badan Peradilan. Tampaknya,  kebanyakan mereka bungkam  seperti layaknya empat Parpol pendukung BTP dengan mengorbankan umat, rakyat dan bangsa demi satu orang.

Faktor akar masalah, “nila setitik” itu, harus dicabut. BTP  seharusnya mawas diri dan legowo demi bangsa yang kita cintai ini. Pada satu kesempatan BTP pernah berucap bahwa ia ‘there is nothing to lose.’ BTP bisa menjadi Gubernur dan Bupati di Bangka Belitung tempat kelahirannya. Selain itu, para ketua dan pengurus empat Parpol pendukungnya harus introspeksi bahwa mereka hadir dan “berjuang” demi masyarakat, rakyat Betawi, bukan untuk satu orang.

Illegitimacy dan Controversy

Jawaban lain dari pertanyaan mengapa  dua Aksi Damai yang sudah digelar pada kota- kota di Indonesia (21/10/2016 dan 4/11/2016), dan Aksi Super Damai pada 2/12-2016, adalah rasa keadilan yang terusik. Itulah tuntutan keadilan diwujudkan dalam kegiatan doa bersama atau Demo (?) –apapun namanya. Namun, ia merupakan suatu bentuk keprihatinan terhadap keporpolitikan (politicism) dan kepemerintahan (governance) yang tidak lagi memperhatikan mereka, mengorbankan hati sanubari, perasaan dan jiwa mereka hanya demi untuk satu orang.

BTP tidak lagi diterima (illegitimate) di DKI Jaya, oleh rakyat Betawi dan kelompok masyarakat lainnya di Jakarta. Tapi, mengapa pencalonannya masih dipertahankan? Pihak berseberangan yang kurang peka terhadap kemanusiaan mempersoalkan hakekat demokrasi? Bukankah BTP, kalau tidak ditahan, akan menang dan duduk lagi di kursi 1 DKI Jaya.

Ada semacam kontroversi besar dalam Demokrasi Barat. President, Perdana Menteri, Menteri-Menteri, Pejabat tinggi negara, Gubernur, walikota, dan sebagainya, mungkin bisa menang dalam pemilihan dengan prinsip 1 / 2 N + 1. Namun, mereka segera mundur  baik sebelum maupun setelah pemilihan berlangsung hanya karena mereka tak lagi diterima (illegitimate) oleh rakyat/masyarakat, karena salah ngomong, berbohong, tidak adil, skandal seks, korupsi dan merugikan rakyat, apalagi melecehkan agama. Karena itu, kita semua sangat khawatir bangsa ini akan menghadapi perpecahan, kalau BTP bebas dari jerat hukum, lalu ikut PilGub dan menang. Ia menang mungkin karena faktor lain, bukan karena memiliki legitimasi moral dan etika politik.

Kalaulah begitu, bukan saja rujuk nasional tidak terselenggara, tetapi aksi damai, super damai, “super-super” damai dan “great super” damai,  tetap saja berlangsung. Makar memang tak akan muncul pada aksi itu, karena bangsa ini dan militernya bukan bertradisi  makar. Namun, kudeta dikendalikan oleh kekuatan asing lewat tangan-tangan pengkhianat bangsa sendiri, dan Demo besar-besaran mahasiswa. Tapi, Aksi Damai umat bukan seperti itu. Kasus jatuhnya Soekarno, 30/9 – 1965 dan Kasus  terjungkalnya Soeharto, 21 / 5 1998, bukan tak boleh jadi akan terulang kembali, karena ketidakadilan dan kesenjangan sosial ekonomi terus menganga.

Ya, Allah, ampunilah dosa-dosa kami; selamatkanlah rakyat, bangsa dan negara kami

Alqadrie – dosen & peneliti senior UNTAN

Dan Pendiri Yayasan Al-Qadrie Center

CAGUB DKI, UNJUK RASA DAMAI & KORPORATOKRASI

Untuk menjawab pertanyaan sejumlah mahasiswa dan kolega saya   4 hari setelah unjuk rasa damai di Jakarta, 4 / 11 –  2016, tentang siapa penyelenggaranya, diikuti daerah mana saja, berapa pesertanya,  dari mana dana diperoleh, dan tindak lanjut unjuk rasa tersebut,  Munarman, Koordinator Aksi Gerakan Nasional Pembela Fatwa (KAGNPF), MUI, mengklaim bahwa aksi itu diikuti sekitar 500 ribu peserta dari elemen ormas Islam (Tempo,Co, Jakarta). Namun, sejumlah media cetak dan on-line, menegaskan bahwa peserta aksi damai 4 / 11 itu berasal dari berbagai daerah di Tanah Air dan berjumlah sekitar 1 juta orang dari kalangan umat Islam saja.

Dua orang rekan yang ikut berpartisipasi dalam aksi damai itu, percaya bahwa peserta unjuk rasa itu berjumlah lebih dari 2 juta orang. Bahkan, saat ditanya berapa jumlah seluruh peserta Demo 4 November itu? Ustadz Udjae menjawab: 2,3 Juta orang! (http://news.okezone. com/ read/ 2016/11/06/337 / 1534135 / saat-ditanya-berapa-total-peserta-demo-4-november-ustadz-udjae-menjawab-2-3-juta-orang [disakses 11/ 11-2106]); Foto-foto dari udara yang dimuat diberbagai media cukup menjadi bukti besarnya jumlah peserta aksi itu (Bulletin Dakwah,Al-Islam, 2016:1-4). Beberapa rekan dosen percaya bahwa jumlah peserta ujuk rasa  berpakaian serba putih dari Mesjid Istiqlal ke Medan Merdeka Utara dapat dibandingkan dengan jamaah haji  yang sedang dalam perjalanan dari Mekah ke Mina untuk melempar jumrah.

Tulisan ini  hanya ingin urung rembuk mengapa Polisi terlambat memproses Basuki Tjahaya Purnama (BTP) secara hukum sehingga dikhawatirkan akan menghancurkan persatuan bangsa;  mengapa pula Parpol pendukung petahana tidak berniat meredahkan kemelut kasus dugaan penistaan itu demi kepentingan masyarakat lebih luas?

Kehilangan Legitimasi

Paling sedikit ada tiga sumber pemicu timbulnya aksi damai terbesar dalam sejarah Indonesia itu. Pertama adalah BTP sendiri, kedua pihak kepolisian yang tidak segera memproses BTP dan mengambil tindakan hukum terhadapnya, ketiga, partai-partai politik pendukung pencalonan BTP.

BTP dianggap sebagai pemicu utama aksi damai 4 / 11- 2016, karena akumulasi ketidaksukaan sebagian terbesar masyarakat Betawi terhadapnya. Ketidaksukaan ini bukan disebabkan BTP berasal dari luar Jakarta atau tidak termasuk putra daerah Betawi; bukan juga karena ia memiliki nama terdiri dari 4 kata dimulai huruf A, seperti misalnya Ahok, Acai, Akim, Awem dan sebagainya. Masyarakat Betawi tidak etnosentris! Adik dan kakak ipar serta sepupu sahabat saya bernama Ajan (Yan Roosen), Atin (Cathleen Roosen), Alan (Rolan Roosen) dan Ales (Cornellis Waldemaar), dianggap sebagai keluarga sendiri oleh tetangga Betawi mereka. Kemarahan itu bukan pula hanya sering kasarnya karakter dan “ringannya mulut” BTP memaki orang Betawi dan anak-anak buahnya di Kantornya sejak BTP memimpin DKI sekitar 2 tahun lalu (19 Nopember 2014) menggantikan Jokowi.

Maaf secara Ikhlas dan Penyesalan

Klimaks kemarahan umat baru timbul saat BTP masuk ke wilayah Aqidah agama lain, mengutip Surrah Al’Maidah, Ayat 51, dibubuhi dengan kata ‘pakai’ dan ‘dibohongi.’ Dugaan penistaan agama belum juga menimbulkan reaksi besar-besaran,  kalau saja BTP minta maaf secara ikhlas, menunjukkan wajah penyesalan mendalam dan sowan kepada para tokoh masyarakat Betawi, ulama dan Habib di Jakarta. Namun,  itu tidak dilakukannya.

Di daerah saya seorang walikota yang dianggap menghina Sultan pada tiga Kesultanan dari kelompok etnis tertentu, dimaafkan baik oleh para keluarga sultan dan masyarakat melalui upacara Adat, maupun oleh para akademisi PT melalui seminar ilmiah. Sang Walikota dimaafkan, tidak  diproses secara hukum dan tidak dilengserkan, karena ia minta maaf secara ikhlas dan menyesali perbuatannya (Alqadrie, 2012). Akan halnya BTP,  dugaan ada kesombongan dalam diri BTP menimbulkan kesan dari sebagian terbesar masyarakat Betawi bahwa ada kekuatan besar berada di belakangnya. Dugaan ini terbukti ketika partai pendukung BTP: PDIP, Hanura, NasDem, dan Golkar, tetap ngotot mendukungnya, walau apapun terjadi!

Jaringan Kekuatan dan Skenario Besar  

Sebagai pihak kedua yang bertanggung jawab menimbulkan unjuk rasa umat, Kepolisian tidak segera memproses BTP secara hokum. Instansi dianggap oleh sumber netral di Jakarta, tidak tegas, ragu dan menghindari resiko. Ada kesan kuat, petahana ini memiliki jaringan sangat kuat tidak hanya secara politis dengan partai pendukung dan pejabat strategis negara, tapi juga dengan pihak ketiga yang memiliki kekuatan ekonomi dan finansial sangat besar. Karenanya, Hasyim Muzadi melihat “ada skenario besar dan Ahok akan dinyatakan tak menista Agama” (Posmetro, 9 Nopember 2016 pkl. 21.22), lalu menang menjadi Gubernur DKI, walau ia tidak lagi disukai rakyat (illegitimate).

Sumber ketiga ‘aksi damai dua juta umat, 4 / 11 – 2016’ dipicu oleh Parpol pendukung petahana.  Oleh karena mundurnya BTP dari pencalonan tergantung pada Parpol, bukan pada dirinya, Parpol yang mencalonkannya, seharusnya mengambil inisiatif menarik dukungan mereka terhadapnya bagi kepentingan bangsa, umat dan rakyat Jakarta. Faktor penyebab ketiga ini berhubungan timbal balik dengan dua sumber sebelumnya. Ketiga pihak ini dikendalikan oleh korporatokrasi, yaitu sistem kekuasaan yang dikuasai oleh korporasi antar bangsa (multi-national corporation/ MNC) sangat kuat yang berada di belakang BTP dan Parpol tersebut.

Masalah sistemik mulai jelas di sini: mengapa BTP sangat percaya diri dan kokoh bertahan dari pencalonannya. Menurut beberapa sumber, ia tidak lagi menjadi dirinya sendiri. Bersama Parpol, mereka tampaknya sudah menjadi alat (instrument) dari sistem kekuasaan raksasa. Nyawanya mungkin terancam kalau ia mengundurkan diri. Ini pula mendorong BTP berperilaku jauh dari adat ke-Timuran: sering merendahkan dan mempermalukan orang lain, terutama para bawahannya, karena di belakangnya ada kekuatan ekonomis dan politis amat besar.

BTP telah masuk ke dalam perangkap milik MNC yang bersatu dalam Korporatokrasi. Sistem raksasa ini juga membuat banyak pihak ogah-ogahan memproses  BTP, karena sistem itu sudah membelenggu oknum pimpinan Legislatif, Eksekutif, Birokrat, dan oknum pejabat strategis dalam berbagai instansi. Kalaulah, proses hukum harus berjalan minggu depan, itu karena desakan massa dan umat yang memberi tekanan psikologis kepada Kapolri lewat Jokowi.

Empat partai terkait tampaknya menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem kekuasaan raksasa itu. Ini dapat dilihat dari tekad kuat mereka untuk tetap menggoalkan BTP, seperti dinyatakan oleh Ketua-Ketua Umum partai tersebut (Berita Malam Metro TV, 11/11-2016, pkl 10.15). Mereka tak perduli kondisi bangsa mengarah pada perpecahan, dan rela mengorbankan bangsa dan umat demi  satu orang dan kelanjutan sistem kekuasaan  korporatokratif.

Korporatokrasi adalah sistem kekuasaan yang dikontrol oleh MNC, perusahaan raksasa internasional dan pemerintah asing yang mengendalikan pemerintah nasional dengan bantuan lembaga keuangan internasional (Amin Rais, 2008). Sejumlah dari bayak contoh konkrit korporatokrasi meliputi Migas, retail, otomotif, informasi Teknologi (IT), telekomunikasi, pharmasi, perbankan, food proccessing, investasi, dan industri persenjataan, semuanya menderita profit pathology dan berideologi pasar bebas (Prabowo Subianti, 2010). Proyek reklamasi pantai Jakarta, termasuk di dalamnya. Walau proyek korporatokrasi ini diperdebatkan, pernah diberhentikan, namun ia diteruskan dengan korban seorang MenKo dan 3 Juta nelayan Jakarta!

Sistem ini sangat komersial bukan untuk kemanusiaan. Ia merupakan jaringan kuat dari 7 unsur saling pengaruh dalam memperoleh keuntungan optimal, yaitu: MNC besar itu sendiri, bank-bank internasional; kekuatan politik, militer; kekuatan intelektual; media massa; dan elite bangsa yang menerima imperialisme ekonomi korporatokratif. Untuk memperoleh keuntungan maksimal sistem ini harus menghancurkan lingkungan, hukum, kemanusiaan, dan menistakan agama, dan melenyapkan sejumlah manusia tidak berdosa demi kepentingan mereka.

Korporatokrasi menguasai seluruh  pola fikir, kebijakan dan pelaksanaannya dan tindakan sebagian besar oknum tokoh-tokoh Parpol, oknum pimpinan instansi negara dan lembaga politik di negeri ini. Bagaimana  dengan kasus BTP? Mereka hanya melihat guyuran dollar dari sistem ini dengan mengorbankan bangsa, negara dan umat?.

Rakyat bertanya: untuk apa dan kepentingan siapa Parpol berdiri? Untuk rakyat Jakarta? Padahal rakyat Jakarta tak lagi memberi legitimasi politik kepada BTP? Atau kepentingan rakyat Jakarta yang mana menjadi anggota partai itu?  Partai tersebut  rela mengorbankan umat, bangsa, negara dan rakyat Jakarta hanya untuk kepentingan seorang BTP. Ini merupakan bukti nyata dari keterikatan baik tiga pihak terkait maupun antara pihak lain dalam satu perselingkuhan oknum penguasa dengan pengusaha dalam sistem ekonomi raksasa, Korporatokrasi. Mereka menghancurkan apa dan siapa  saja yang mencoba menghalanginya. Kasihan bangsa ini!

 

GURU, BUDAYA ANTRI & BUANG SAMPAH, DAN MISERY IS THE PRICE OF HONESTY

Dengan berbagai alasan seorang rekan akrab saya menolak tawaran panitia penataran guru pada sebuah salah satu kabupaten di KalBar untuk menyampaikan semacam obrolan tentang pendidikan. Rekan itu didaulat untuk memberi ceramah dadakan pada kesempatan penataran guru-guru SLTP yang diadakan di salah satu hotel di kota itu.

 Tidak Ada Persiapan dan Ketidakrapian,

Alasan utama penolakan itu bukan disebabkan oleh tidak adanya honorarium karena tidak dianggarkan sebelumnya. Mengenai hal ini, kawan tersebut sudah bahagia seandainya panitia hanya mengucapkan terima kasih. Bahkan, rekan tadi pernah harus menanggung sebagian terbesar biaya ketika menjadi ketua panitia suatu pertemuan di kecamatannya. Namun ia tetap bersyukur karena dipinjamkan gedung serbaguna kecamatan dan Pak Camat mau tanda tangan undangan.

Alasan lain bukan pula disebabkan tidak ada bahan untuk diceramahkan karena diminta secara dadakan. Alasan yang mustahak adalah sang rekan berpakaian santai pada saat itu: celana panjang Lee, baju kaos belang-belang, bertopi pet dan bersandal kulit dengan rambut awut-awutan layaknya wisatawan kere. Mana mungkin ia akan berhadapan dengan para guru pencipta masa depan bangsa.

Setelah berbagai alasan penolakan berhamburan lawan bujukan memelas yang masuk akal. Akhirnya daulat para guru tidak bisa ditolak. Ia menyerah tak berkutik untuk kemudian dibawa ke ruangan utama penataran. Sang ”penatar” dadakan diminta 10-15 menit   saja untuk berbicara tentang pengalaman ketika ia pernah menjadi guru.

Lilin & Petromax, Budaya Buang Sampah dan Antri.

Setelah diperkenalkan kepada para peserta yang 65% terdiri dari guru wanita, sang rekan mulai celotehnya tentang guru, lilin dan petromaks. Para guru tidak boleh menjadi lilin: selesai menerangi kegelapan, lalu habis tak tersisa. Jadilah petromaks, setelah menerangi menjadi barang antik. Untuk itu, para guru harus meningkatkan wawasan, pengetahuan dan ilmu baik formal maupun non-formal dan informal. Tapi, mereka tak boleh hanya mengejar ijazah dan gelar formal sebagaimana dilakukan oleh para oknum pejabat yang kuliah sambilan: dapat gelar tapi tulisan ilmiah mereka dibuatkan oleh makelar kasus skripsi/tesis (Markusis)

”Kita belum pantas disebut bangsa besar,” sang kawan meneruskan ocehannya: ”Dalam urusan buang-membuang sampah dan kebiasaan baris-berbaris atau antri, bangsa ini tidak masuk ke dalam kelompok bangsa yang memiliki dua budaya tersebut.” ”Contoh konkrit,” paparnya, ”pada kelas masyarakat menengah ke bawah, sungai, parit, selokan, danau dan kolam menjadi tempat ’sampah raksasa.’  Pada kelas menengah ke atas, tangan-tangan dan jari-jari penuh emas berlian bermunculan dari jendela-jendela mobil mewah melemparkan kulit-kulit, biji-biji rambutan, langsat, duku, pisang, sawo, durian dan sampah lainnya di tengah jalan. Bahkan, sudah semestinya dipertanyakan adakah berbagai kelas mulai dari TK, SD, sekolah lanjutan sampai ke PT memiliki tempat sampah di dalam ruangan-ruangan kelas tersebut?

Budaya antri juga belum tercipta. Walaupun setiap akan masuk kelas, para siswa SD, SLTP dan SLTA diwajibkan antri di luar kelas, mereka tidak pernah memperoleh penjelasan dari guru-guru mereka tentang makna dan hakekat antri dalam berbagai kepentingan dan kegunaan dalam realitas kehidupan masyarakat.

Tanpa mengetahui maknanya, antri di sekolah cenderung membentuk kemunafikan. Karena seorang guru yang meminta para siswanya masuk terlebih dulu ke dalam kelas yang dipandangnya berada dalam barisan paling rapi, tertib dan teratur, tidak lebih dari hanya menciptakan keberpurapuraan siswa agar mereka bisa masuk ke kelas lebih dahulu. Tanpa menjelaskan makna, hakekat dan kegunaan antri kepada para siswa, para guru tidak akan pernah berhasil menciptakan generasi baru yang memiliki budaya antri di negeri ini.

Seorang peserta lain bertanya tentang cara terbaik mengurangi korupsi dan perbuatan curang dalam pendidikan tidak hanya oleh murid dengan ngepek, copy paste dan ceating lainnya, tetapi juga oleh oknum tenaga pengajar seperti guru, dosen dan pengelola dalam satu jaringan dengan menjual nilai, membuatkan tulisan ilmiah dan menghancurkan sistem.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama, pihak atasan hendaknya memberlakukan sistem seimbang antara ganjaran (reward) dengan hukuman atau sanksi (punishment). Keseimbangan antara dua sub sistem ini sangat perlu dan sangat mendesak untuk dilaksanakan agar tidak ada kesan jujur atau tidak jujur sama saja dan untuk menjadi pemimpin orang harus melakukan premanisme terlebih dulu.

Kedua adalah pemberdayaan hukum tanpa ”tebang pilih.” Artinya, sanksi tidak diberlakukan karena pelanggar hukum adalah pendukung setia atau kelompoknya sendiri. Kehancuran pendidikan, khususnya di perguruan tinggi (PT), cenderung terjadi karena pemimpin menutup mata terhadap mereka yang menghancurkan kualitas, standar dan sistem pendidikan. Perbuatan sangat negatif itu dibiarkan hanya karena para pelaksananya adalah kelompoknya sendiri atau asal mereka memilih pemimpin tersebut.

Untuk mencegah dan memperbaiki kebobrokan seperti itu setiap orang secara moral harus rela dan memiliki daya tahan luar biasa untuk menghadapi suasana memprihatinkan itu. Sebaliknya masyarakat secara keseluruhan harus mampu menghilangkan kebobrokan itu: Ketidakbahagiaan atau kepedihan adalah harga dari kejujuran (misery is the price of honesty).

Bagaimana memperbaiki kehancuran sistem kemasyarakatan yang mengarah pada negara gagal (fail state), kalau orang-orang jujur, konsisten, konsekuen dan bertanggung jawab disingkirkan, diperlakukan agar tidak betah dan tidak pernah diakui keberadaannya. Dalam kondisi seperti itu, orang-orang jujur dan tawadhu’ terpental ke gurun pasir tandus dan gersang mematikan. Sebaliknya, orang yang tidak jujur dan merusak sistem berpesta pora dan menjadi orang yang dianggap paling berhasil dan bahagia (happiness is the price of dishonesty). Kalau begitu, kasihan bangsa dan daerah ini.

Daftar Pustaka MATAHARI AKAN TERBIT DI BARAT (Kumpulan Karangan Terpilih Sejak 1986-2010)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

DAFTAR KEPUSTAKAAN

 

Abdalati, Hammudah, 1975, Islam in Facus, Aligarth, India, Cresent Publishing, Co.

Abdul, Hamid. 2006. Kang Nanan yang dicintai Rakyat KalBar, “KaPolDa yang Kerja Keras,” dalam Harian Umum Pontianak Post, 30/8-2006; 11/9– 2006:21.

Abidin, Andi Zainal. 1982. Passompe Ugi-Mangkasa (Bugis-Makassar Wanderers and Migrants). A paper presented to participants of General Lecture in The Center for the Southeast Asian Studies.

——–. 1983. Persepsi Orang Bugis-Makasar tentang Hukum, negara dan Dunia Luar. Bandung: Alumni.

Agustina. 2006. PilKaDa yang Patut Ditiru, pada Kolom Tulisan Pembaca, dalam Harian Pontianak Post, 18 Juli 2006:21.

Akcaya Pontianak Post. 2002. Pelabuhan Internasional Rentan Pemborosan, dalam Harian Umum AP. Post, 15 Januari 2002:1.

——–. 2002. Pelabuhan Internasional Rentan KKN, dalam Harian Umum AP. Post, 16 Januari 2002:2.

——–. 2002. Pelabuhan Temajo Perlu Studi Kelayakan Intensif, dalam Harian Umum AP. Post, 16 Januari 2002:1.

——–. 2002. Pelabuhan Temaju Akan Sia-Sia, dalam Harian Umum AP. Post, 9 Januari 2002:1.

——–. 2002. Pemba­ngunau Pelabuhan Tangki Timbun CPO “Belum Final,” dalam Harian Umum AP. Post, 9 Januari 2002:1).

Amin, Samin. 1976. Unequal Development: An Essay on the Social Function Peripheral Capitalism. New York: Monthly Review Press.

Alqadrie, Dian Rossandra. 2004, Pola Perkembangan Ruang Kota Pontianak. Persiapan Tesis Magister Sains. Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta. Fakultas Teknik, UGM.

Alqadrie, Syarif Ibrahim. 1986. ”Policies must Change to Root Out Terror,” dalam Kentucky Kernel. Harian Resmi University of Kentucky, 23 April, 1986, hal. 4).

——–. 1987. Cultural Differences and Social Life Among Three Ethnic Groups, Dyaknese, Buginese and Madurese, in West Kalimantan, Indonesia. M.Sc. Thesis Department of Rural and Agricultural Sociology, College of Agriculture. Lexington, Kentucky: University of Kentucky.

Alqadrie, Syarif Ibrahim. 1990. Ethnicity and Social Change in Dayaknese Society of West Kalimantan, Indonesia. Ph.D. Dissertation. Lexington, Kentucky: University of Kentucky.

——–, 1993. Kemiskinan Dan Paradigma Ilmu Sosial: Reorientasi Kebijakan Pembangunan Dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar disampaikan pada Rapat Senat Terbuka Universitas Tanjungpura, di Pontianak, 18 September 1993. Pontianak: FISIP UNTAN.

——–. 1994. Mesianisme Dalam Kebudayaan Dayak di Kalimantan Barat, dalam Pulus Florus, Stefanus Djuweng, John Bamba dan Nico Andasputra. Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan Transformasi. Jakarta: Diterbitkan atas kerjasama LP3S – IDRD oleh PT Gramedia.

——–. 1999a. Kesadaran Etnis, Putera Daerah dan Pemekaran Daeerah Tingkat II Kalimantan Barat. Makalah disampaikan kepada peserta Seminar tentang Putera Daerah diselenggarakan oleh Mahasiswa Fakultan Teknik, UNTAN, di Pontianak, 25 Februari 1999.

——–. 1999b. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan Pemekaran DATI II Kalimantan Barat: Perspektif Teoritis dan Realitas. Makalah disampaikan kepada para peserta Workshop diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis UNTAN ke 40 Tahun 1999 dengan topik: Pemekaran Wilayah: Masalah dan Implementasinya Dalam Pembangunan Daerah di Kalimantan Barat di Kampus FISIP UNTAN, Sabtu 15 Mei 1999.

——–. 2000a. Konsep Putera Daerah dan Sumber Penghasilan Daerah: Upaya Menuju Otonomi Daerahdan Meningkatkan Wawasan Kebangsaan. Makalah disampaikan kepada para peserta Ceramah Peningkatan Wawasan Kebangsaan di kalangan PemDa Tingkat II Kabupaten Sangaau di Sanggau diselenggarakan oleh Kantor SosPol Dati II Kabupaten Sanggau pada 14 Maret 2000.

———. 2000a/2003. The Pattern of violent Conflict in West Kalimant and its factors. Paper presented to the participats of International Seminar conducted in the Nordic Institute of Asian Studies (NIAS), Copenhagen, Denmark, August 30 – September 2, 2000.

Dalam versi bahasa Indonesia Pola Pertikaian di Kalimantan Barat, dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Copenhagen, disajikan kepada para peserta Workshop Nasional Peranan dan Tanggung Jawab PT se Kalimantan Dalam Manajemen konflik diselenggarakan oleh Center for Research on Intergroup Relation and Conflict Resolution (CERIC) UNLAM dan CERIC FISIP UI di Banjarmasin, 9 s/d 11 Desember 2003. \

Alqadrie, Syarif Ibrahim. 2001. Keberagaman Budaya Merupakan Faktor Pemersatu atau Pemecah Belah Bangsa (?): Gejala Disintegrasi di Kalimantan Barat. Makalah dalam rangka Dialog Kebudayaan bertemakan Keberagaman Budaya Sebagai Faktor Pemersatu Bangsa diselenggarakan oleh Direktorat Tradisi dan Kepercayaan, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI di Jakarta, 12 Juni 2001.

——–. 2002a. Factors in Ethnic Conflict, Ethnic Identity and Consciousness, and the Indication of Disintegrative Process in West Kalimantan (hal. 125-156), dalam Murni Djamal dan Klaus Pahler. Communal Conflicts in Contemporary Indonesia. Jakarta: The Konrad Adenauer Foundation dan Pusat Bahasa dan Budaya IAIN Jakarta.

——–. 2002b. Dampak Perusahaan HPH Terhadap Kehidupan Sosial, Budaya dan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Pedalaman Kalimantan Barat. Hasil Penelitian dibiayai oleh DirJen. DikTi, DepDikBud.. Jakarta: DP3M.

——–. 2003a. Badai Belum Berlalu, Perlukah Persaksian Dilanjutkan?: Tinjauan Terhadap Autobiografi Jenderal Purnawirawan Wiranto “Bersaksi di Tengah Badai.” Pontianak: Program Magister Ilmu Sosial UNTAN.

——–. 2003b. Otonomi Daerah, Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat, dan Proses Kehancuran Hutan di Kalimantan Barat. Makalah disampaikan dalam Seminar Internasional IV yang diselenggarakan oleh Yayasan Percik bekerjasama dengan FPPM dan Ford Foundation, Perwakilan Indonesia, di Kampoeng Percik, 17-18 Juli 2003.

——–.. 2003. Otonomi Daerah, Pemberdayaan, Multikulturalisme dan Konsep Putera Daerah. Makalah Seminar Nasional ‘Pendidikan Multikulturalisme dan Revitalisasi Hukum Adat,’ diselenggarakan oleh Asisten Deputi Urusan Pemikiran Kolektif Bangsa (Sejarah Kebudayaan), Deputi Bidang Sejarah dan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisatra R.I. di Jakarta, 18 dan 20 Desember 2003.

——–. 2004. Dampak Perusahaan Pemegang HPH dan Perkebunan Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi dan Budaya Penduduk Setempat di Daerah Pedalaman Kalimantan Barat, dalam Paulus Florus, Stefanus Djuweng, John Bamba, Nico Andasputra. Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan Transformasi. Jakarta-Pontianak: Atas nama LP3S dan IDRD diterbitkan oleh PT. Gramedia.

——–. 2004/2006. Kesultanan Qadariyah Pontianak: Perspektif Sejarah dan Sosiologi Politik. Makalah ini disampaikan kepada para peserta Bengkel Kajian Naskah Kesultanan Melayu: Kepulauan Borneo (Kalimantan) dan Persekitarannya yang dilaksanakan di Kuala Lumpur 20 – 22 Agustus 2004 dan di Kuching 22 – 24 Agustus 2006.

Alqadrie, Syarif Ibrahim. 2005a. Otonomi Daerah, Pemberdayaan, Multikulturalisme dan Konsep Putera Daerah, dalam Proyeksi, Jurnal Ilmu Sosial FISIP UNTAN, Vol. IX, No. 1, April, 2005, halalam. 16-33.

——–. 2005b. Kesultanan Qadariyah Pontianak: Perspektif Sejarah dan Sosiologi politik. Makalah Seminar Internasional tentang Kerajaan Nusantara diadakan atas kerja sama Pemerintah Kerajaan Pahang dengan Universiti Malaya, Malaysia, di Kuantan, Malaysia, pada 8 –11 May 2005.

——– 2005c. Politik Keamanan Internasional dan Dampaknya Terhadap Pertahanan dan Keamanan Nasional. Pontianak. Makalah disajikan kepada peserta latihan Kader III 14-22 Juli 2005. Badko HMI KalBar.

——–. 2005. Pola Tingkah Laku Politik Lokal Pada Kesultanan Pontianak Sampai Dengan Masa 1950, dalam Pontianak Post Kamis dan Jum’at, 22 – 23 September 2005, hal. 14.

———. 2005. Peranan Sultan Hamid II dan Kekecewaannya (hal. 14). Tulisan Ketiga dari tiga tulisan. Dalam Pontianak Pos. Sabtu, 24 September 2005.

——–. 2006a. Purifikasi dan Revitalisasi Dinamika Melayu: Dahulu, Sekarang, dan yang Akan Datang” (hal. 1113-1132), dalam A.B. Lapian, Muhammad Hisyam, Suzanto Zuhdi, Yekti Maunati, I Ketut Ardana, Sukri Abdurrachman. Sejarah Dan Dialog Peradaban:. Persembahan 70 Tahun Prof. Dr. Taufik Abdullah. Jakarta: LIPI Press.

——–. 2005. Pola Tingkah Laku Politik Lokal Pada Kesultanan Pontianak Sampai Dengan Masa 1950, dalam Pontianak Post Kamis dan Jum’at, 22 – 23 September 2005, hal. 14.

——–. 2005. Peranan Sultan Hamid II dan Kekecewaannya (hal. 14). Tulisan Ketiga dari dari tiga tulisan. Dalam Pontianak Pos. Sabtu, 24 September 2005.

——–. 2006. Siri’, Sistem Nilai Budaya Bugis, dan Pendekatan Alternatif Lainnya Dalam Pembangunan: Paradigma Humanis Radikal dan Strukturalis Radikal Dalam Menganallisis Keterpurukan Bangsa. Makalah disampaikan dalam Temu Budaya diselenggarakan oleh Ikatan Kekeluargaan Sulawesi Selatan (IKSS) KalBar di Pontianak, 26 Juli 2006.

——–. 2006. Pembalakan Hutan dan Tiga Dimensi Kekerasan, dalam Harian Umum Pontianak Post, 26/9-2006, hal. 19.

——–.. 2006b/2007. Multikulturalisme dan Modal Sosial Perdamaian di Kalimantan Barat. Disampaikan kepada para peserta Jambore Pemuda Indonesia (JPI) dan Bhakti Pemuda Antar Provinsi (BPAP), di selenggarakan di Unit Latihan Kerja Indonesia (ULKI) 23 s.d 29 Juli 2007

Alqadrie, Syarif Ibrahim, 2006. PILGUB: Kesadaran Etnis dan Profesionalisme (diterbitkan/ dimuat dalam dua bagian tulisan), dalam Ptk. Post, 4-5 September 2006::15.

———. 2006. Kenangan, Harapan Buat KapolDa Lama dan Baru, dan Obsesi Bagi Kepala Daerah KalBar, dalam Harian Umum Equator (diterbitkan dalam dua bagian tulisan), 4-5 November 2006, hal. 11.

———. 2007. PilKaDa KalBar, Pemekaran Wilayah, dan Hipotesis 2020, dalam Harian Umum Equator, 14-15 Mei 2007:10.

———. 2007. PILKADA KalBar, Pemekaran Wiayah dan Hipotesis 2020-an, dalam Harian Umum Pontianak Post, 23 Mei 2007: 19.

———. 2007. “Kapolda, Pin Anti KKN, dan Siri’ Masiri,” dalam Harian Umum Equator, diterbitkan dalam dua kali terbitan, 2 dan 3 Juni 2007, hal. 10.

———. ”Pemekaran, Kondisi Wilayah, dan Wewenang Khusus Gubernur” (dua bagian), dalam Harian Umum Equator, 27-28 Oktober 2007:10.

———. 2007. “Kondisi Khusus dan Pemekaran Wilayah Kabupaten Kapuas Hulu Utara/Badau,” dalam Harian Umum Equator, 3 November-2007, hal. 10.

———-.2007/2008. Hal-Hal Penting Berkenaan dengan Pemekaran Wilayah di Kalimantan Barat. Bahan Focused Group Discussion disampaikan kepada para peserta Diskusi Kelompok Terfokus dengan Tema Gagasan-Gagasan atas Kebijakan Baru tentang Pembentukan/ Pemekaran Daerah, diadakan di Hotel Mahkota, Singkawang, 19/1- 2008

———-. 2007. “Pencalonan Komunitas Tionghoa Pada PilKaDa KalBar,” dalam Harian Equator, 4-5 September 2007:10.

———-. 2008. “Diaspora Melayu; Persebaran dan Ketidakkompakan,” dalam Harian Pontianak Post,, 4 Januari 2008:14.

———-. Hasan Almutahar dan Hardi Suja’i. 1997. Etos Kerja Kelompok Etnis Melayu Di Kotamadya Pontianak. Jakarta: PMB LIPI.

Anshari, Gusti Z., Syarif I. Alqadrie, Tri Budiarto, Ngusmanto, Erdi Abidin, Sian McGrath, Zulkkifli, Heru Komarudin dan Affifudin. 2005. Marginalisasi Masyarakat Miskin di Sekitar Hutan: Studi Kasus HPHH 100 ha di Kalimantan Barat. Bogor: Center for International Forestry Research (CIFOR).

———-. 2006. Stakeholder Conflicts and Forest Decentralization Policies in West Kalimantan: Their Dynamics and Implications for Futute Forest Management. London, Great Britain: Academic Publisher.

Azca, Najib, 1998. Hegemoni Tentara. Jakarta: LkiS.

Bachtiar, Bujang. 2006. Brigjen Nanan Sukarna Punya Integritas Sebagai BaLonGub Kalbar, dalam Harian Umum Pontianak. Post, 30/8- 2006:21.

Caporaso, James dan David Levine, 1992. Theories of Political Economy. New York: Cambridge University Press.

Hecter, Michael. 1975. Internal Colonialism: The Celtic Fringe in British National Development. 1539-1966) Berkeley, US.: California University].

Ibrahim, Idi Subandy (penyt.), Aidul Fitriciada Azhar (Ketua Tim), dan Anggota Tim. 2003. Bersaksi Di Tengah Badai. Jakarta: Institute for Democracy of Indonesia.

Duverger, Maurice. 1998. Sosiologi Politik. Jakarta: CV. Rajawali

Echols, John dan Hassan Shadily. 1977. Kamus Inggris Indonesia. Ithaca, New York dan Jakarta: Cornell University Press dan PT. Gramedia.

Equator. 2006. Bupati dan Kebijakan Tidak Populer, dalam Harian Umum Equator, 23 Mei 2006: 4.

——–. 2008. Asset Penerima Suap Illegal Logging Disita,“Malaysia Tadah Kayu Illegal, Kirim Nota Protes. Telisik Lagi Kasus TW,” dan DPRD Kembali Gaungkan Pansus Illegal Logging. Dishut KalBar Turut Bertanggung Jawab,” dalam Harian Umum Equator 6 dan 17/4-2008:1.

Fakih, Mansour. 2001. Sesat Fikir Teori Pembangunan dan Perubahan Sosial. Jakarta: LP3S.

Fisher, Simon, Dekha Ibrahim, dkk. 2000. Mengelola Konflik:Ketrampilan dan Strategi Untuk Bertindak. Jakarta: British Council.

Geertz, Clifford. 1990. The Intergrative Revolution: Primordial Sentiments and Civil Politics in New State. Boston: Allyn & Bacon, Inc.

Hadi, Samsul. 2007. “PSSI Memasuki Sejarah Paling Kelam,” dalam Harian Umum Kompas, 17 Desember 2007:31).

Hamdi, Rif’at. 2006. “Dicari Pimpinan Universitas yang Akademis,” dalam Harian Umum Pontianak Post, 8-9 Mei 2006:14,22.

Hamid, Abdul. 2006. Upayanya mencegah secara konsisten proses penghancuran hutan membuat saya bangga kepadanya – yang telah ditimang-timang dan diidolakan di Kalbar masing-masing melalui Abdul Hamid dan Gunawan Pratama (Pontianak Post, 11/9;30/8-2006),

Hardianti, 2007. Peran Agamawan Dalam Menahan Laju Kerusakan Hutan di KalBar. Makalah Lomba Karya Ilmiah Tingkat Nasional Dikalangan Mahasiswa STAIN. Pontianak: STAIN.

Haris, Syamsudin Haris. 2001. Otonomi Daerah, Demokratisasi dan Pendekatan Alternatif Resolusi Konflik Pusat-Daerah. Makalah disampaikan kepada para peserta Seminar Nasional “Sentralisasi, Demokrasi, dan Akuntabilitas Pemerintah Lokal,” diselenggarakan dalam rangka Kongres aipi di Semarang, 25-27 Maret 2001.

Harris, Peter dan Ben Reilly. 2000. Demokrasi dan Konflik yang Mengakar: Sejumlah Pilihan untuk Negosiator. Jakarta: diterbitkan atas nama Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) oleh Lembaga Penerbitan Pendidikan dan Pengembangan Pers Mahasiswa (LP4M).

Hecter, Michael. 1975. Internal Colonialism: The Celtic Fringe in British National Development. 1539-1966). Berkeley: University of California Press.

Hersberg, Theodore, Alan Burstein, Eugene Erickson, Stephanie Greenberg, William Yancey. 1979. “A Tale of three cities: Black, Immigrants, and Opportunity in Philadelpian: 1850-1880, 1930, and 1970,” dalam volume no. 444 of The Annals of American Academiy of Political and Social Science, 441 [Jan., 1979];

Hirschman, Charles dan Morrison Wong. 1981. Trends in Socioeconomic Achievement among Immigrant and Native-Born Asian Americans, 1960-1976 (hal. 290-304) dalam Norman Yetman, 1985. Majority and Minority: The Dynamics of Race and Ethnicity in American Life. Boston: Allyn & Bacon, Inc.

Hornby, AS, A.P. Cowie dan A.C. Gimson. 1963. Oxford Advanced Dictionary of Current English. New York: Oxford University Press.

Huntington, Samuel. 2000.   Clash of Civilization and Remarking of World Order. Diterjemahkan oleh M. Sadat Ismail. Benturan Antarperadaban dan Masa Depan Politik Dunia. Yakarta: Penerbit Kalam.

Indonesia Corruption Watch (ICW). 2007. Korupsi di Indonesia Sudah Mewabah, Harus Dibrantas, dalam Harian Umum Kompas, 6 Oktober 2007:4

Inkeless, Alex. 1964. Making Men Modern: On the Causes and Consequences of Individual Change in Six Developing Coutries. Hal. 342-361, dalam Amitai Etzioni and Eva Etzioni (Penyt.). Social Change. New Cork: Basic Book.

Iskandar, Dodi. 1993. Ilmu Pengetahuan Sosial-Sejarah. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Jamani, Rosadi. 2006. Bupati dan Kebijakan Tidak Populis, dalam Harian Umum Equator, Selasa, 23 Mei 2006, hal. 4.

Jumri, Ernan. 1990. Pola Ruko dan Toko Saja, Surat Pembaca dalam Harian Umum Akcaya, 31 Oktober 1990, hal. 9.

Kivimaki, Timo. 2005. The Study of Ethnic Conflicts in Multi-Cultural Societies, (hal. 101-119) dalam Dewi Fortuna Anwar, Helene Bouvier, Glenn Smith, dan Roger Tol (Penyt.), Violent Internal Conflicts in Asia Pacific.: Histories, Political Economies and Policies. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia; LIPI; LASEMA-CNRS; KITLV-Jakarta.

Klinken, Gerry van. 2005. New Actors, New Identities: Post-Suharto Ethnic Violence in Indonesia, (hal. 79-100), dalam Dewi Fortuna Anwar, Helene Bouvier, Glenn Smith, dan Roger Tol (Penyt.), Violent Internal Conflicts in Asia Pacific.: Histories, Political Economies and Policies. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia; LIPI; LASEMA-CNRS; KITLV-Jakarta.

Kompas. 2004. PKB Tidak Berkoalisi dengan PDI-P, dalam Harian Umum Kompas, 27 Mei 2004:1.

——–. 2007. Sikap Pengda PSSI dan Masyarakat Sepakbola SulSel terhadap NH,” dalam Harian Umum Kompas, 20 Februari 2007:31.

——–. 2007. Nurdin Halid Harus Mundur dan Sanksi Tinggal Menunggu Waktu, dalam Harian Umum Kompas, 10/11 Juli 2007, hal.: 30.

Kompas. 2007. Rakyat Demo Terhadap PLN Medan, dalam Harian Umum Kompas, 4 Oktober 2007, hal. 22.

——–. 2007. Persepakbolaan Indonesia Memasuki Sejarah Paling Kelam, dalam Harian Umum Kompas,17 Desember 2007, hal.31.

——–. 2007. Demokrasi Hanya sebagai Alat?, (Hasil wawancara dengan Yusuf Kalla), dalam Harian Umum Kompas, 27 November 2007, hal. 1.

——–. 2008. PLN Beban Bagi Negara,dalam Harian Umum Kompas, 18 Februari 2008, halaman 4.

——–. 2008. Nurdin Halid Harus Mundur Demi PSSI, dalam Harian Umum Pontianak Post, 19/2-08, hal. 20.

——–.2008. FIFA Kirim Surat Kepada MenPora, dalam Harian Umum Kompas, 20 Februari 2008:33.

Korten, David, 1990. Getting to the 21st Century. Boston: Allyn and Bacon.

KPU KalBar. 2007. Jumlah Pemilih Tetap di KalBar pada tahun 2006. Pontianak: Sekretariat KPU.

Kuntowijoyo. 1997. Identitas Politik Umat Islam. Jakarta: Diterbitkan atas Kerja Sama Penerbit Mizan dengan Majalah Ummat.

Lauer, Robert 1974. Perspectives on Social Change. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Mahyudin, Haji Yahya.. 1999. Islam di Pontianak Berdasarkan Hikayat Al-Habib Husain Al-Qadri. Proceedings of Seminar Papers on Brunei Malay Sultanate in Nusantara, Vol. I:13-17, Nov. 1999. Brunei Darussalam: The Sultan Haji Hasanal Bolkiah Foundation.

May, Larry dan Shari Collin. 2001. Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia oleh Sinta Carolina, dkk. Etika Terapan I dan II: Sebuah Pendekatan Multikultural. Yogyakarta:   Universitas Gajahmada Press.

Magnis-Suseno, Frans. 2002. Underlying Factors of Conflict between Ethnic and Religious Groups in Indonesia, (hal.185-202) dalam Murni Djamal dan Klaus Pahler. Communal Conflicts in Contemporary Indonesia. Jakarta: The Konrad Adenauer Foundation dan Pusat Bahasa dan Budaya IAIN Jakarta.

Marzali, Amri. 2002. Ethnic Diversity in Conflict: A Socio-Economic Analysis of Social Violence in Kalimantan, (hal.19-32), dalam Murni Djamal dan Klaus Pahler. Communal Conflicts in Contemporary Indonesia. Jakarta: The Konrad Adenauer Foundation dan Pusat Bahasa dan Budaya IAIN Jakarta.

Media Indonesia. Harian Umum. 2004a. Megawati Sukarnoputeri dan Hasyim Musadi hanya didukung oleh para Kyai dari 120 pondok pesatren (Ponpes) NU dari seluruh Indonesia, dalam Harian Media Indonesia, 27 Mei 2004:1.

——–. 2004b. Amin Rais Akan Undur Diri Bila Gagal Menghapus KKN, dalam Harian Umum Media Indonesia, 29/5-2004:1.

Metzger, Paul. 1985. Amercan Sociology and Black Assimilation: Conflicting Perpectives, dalam The American Journal of Sociology, 76 [Jan.,1971] : 627-647.

Maulana, Ireng. 2006. Politisasi Etnis Dalam Jabatan Politis, dalam Pontianak. Post, 26/8- 2006, hal.15.

Mial, R. 2000. Tahap Konsolidasi dalam Peace Building. Bandung: FPPM.

Mulyadi. 2006. Brigjen Nanan Sukarna Cocok Menjadi BaLonGub KalBar, dalam Harian Umum Pontianak Post, 28/8- 2006:19.

Noor, Syahran. 2005. Untuk Pak Morkes Effendi A. Siagian. Surat Pembaca, dalam Pontianak Post 21/2 – 2005),

Parsons, Talcott. 1937. The Structure of Social Action. New York: Free Press.

Pemerintah Provinsi KalBar dan Kantor Sensus dan Statistik. 2000. Kalimantan Barat Dalam Angka. Pontianak: Dinas Komunikasi dan Informasi KalBar.

Pontianak Post, Harian Umum. 2006. Asniar Ismail Tidak Bersedia Dicalonkan Lagi, dalam Harian Umum Pontianak Post 13 April 2006:1.

——–. 2006. Brigjen. Nanan Sukarna menolak menjadi BALON Gubernur Kalbar, dalam Harian Umum Pontianak Post, 28 Agustus 2006:19.

Pontianak Post, Harian Umum. 2006. KaPolDa Nanan Sukarna Tidak Kompromi Terhadap Illegal Logger, dalam Harian Umum Pontianak Post, 13 September 2006:28.

——–. 2006. Nanan Sukarna Pantas Menjadi Gubernur KalBar, dalam Pontianak Post, 5/7-2006:21.

——–. 2006. PILKADA yang patut ditiru, Surat Pembaca, 18 Juli 2006:21.

——–. 2006. Brigjen Nanan Menolak Jadi BaLonGub KalBar, (hasil interview dengan Ir. Zulfadli) dalam Harian Umum Pontianak Post, 28 Agustus 2006:19.

——–. 2006. Diskriminasi Dalam Penegakan Hukum Bagi Penghancur Hutan, dalam Harian Umum Pontianak Post, 12 September 2006: 1.

——–. 2007. Unjuk Rasa Terhadap PLN Mengarah Anarkis, dalam Harian Umum Pontianak Post 7 Oktober 2007, hal. 21.

——–. 2007a. Hasil Sementara PilWaKo sampai 17/11-2007, dalam Pontianak Post, 18 November 2007:1.

——-. 2007b. Hasil Sementara PilWaKo sampai 22/11-2007, dalam Pontianak Post, 23 November 2007:1.

——–. 2008. Pengda PSSI Kalbar Minta Nurdin Halid Mundur, dalam Harian Umum Pontianak Post, 19 Februari 2008:20.

——–. 2008. Illegal Logging Memakan Korban, dan Natakusuma Jabat Kapolda KalBar,” dalam Harian Umum Pontianak Post,13 dan 17/4-2008:1.

Prasaja. 1955. Proses Peristiwa Sultan Hamid II. Jakarta: Fasco.

Pratama, Gunawan. 2006. KAPOLDA Idola Masyarakat KalBar, dalam Pontianak Post, 30 Agustus 2006, hal. 1.

Punto Utomo, Arif. 1999. Ekonomi Bisnis, dalam Republika 17/5/-1999, hal. 4.

Purwana, Bambang Suta, 2002. Kerangka Kerja dalam Tahap Keempat: Membangun Perdamaian. Bandung: FPPM.

Rachbini, Didik. 1999. ’Nazisme’ Lokal di Kalimantan Barat, dalam Harian Umum Republika edisi 26 Maret 1999, halaman 4.

——–. 2002. Ekonomi Politik: Paradigma dan Teori Pilihan Publik. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

Rachman, Ansar dan Ja’ Achmad. 2000. Syarif Abdurrachman Al-Qadrie: Perspektif Sejarah Berdirinya Kota Pontianak. Pontianak: Romeo Grafika atas nama PemKot Pontianak.

Republika, 1999. OPSI Bagi Tim-Tim, dalam Harian Umum Akcaya Pontianak Post, Kamis, 25 Februari 1999, hal. 6.

Republika. 2000. Wiranti dan Solahudin Wahid Telah Didukung Kyai NU dan PKB, dan PG Berkoalisi Dengan PKB, 29/5-2000:1.

Rex, J. 1985. The Cocept of Multicultural Society, di dalam Occassional Paper in Ethnic Relations. No. 3. Centre.

Ritzer,George dan Douglas Goodman. 2000. The Modern Sociological Theory. New York: McGraw Hill.

Saefuddin, AM. 1999. BJ Habibie Negarawan Sudah Teruji, dalam Akcaya Pontia­nak Post, 17 Mei 1999. hal. 4.

SCTV – TV Swasta. 2003. Hasil Jajak Pendapat mengenai Peluang Para Calon Presiden RI 2004 –Amin Rais dan Siswono Yudohusodo akan berhasil masuk putaran kedua— disiarkan SCTV Minggu malam, 23/5-2004.

SekPer. PT. PLN (Persero) Kantor Pusat. 2008. PLN KITA. Jakarta: Serikat Pekerja PT. PLN.

So, Alvin. 1990. Social Change and Development.California: Sage.

Sontani, Utuy Tatang. 1950. Awal dan Mirah. Jakarta: Balai Pustaka

Suparlan, Parsudi. 2001a. Bhinneka Tunggal Ika: Keanekaragaman Suku Bangsa atau Kebudayaan?. Makalah disampaikan dalam Seminar Menuju Indonesia Baru. Perhimpunan Indonesia Baru – Asosiasi Antropologi Indonesia. Yogyakarta, 16/8-2001.

——–. 2001b. Indonesia Baru dalam Perspektif Multikulturalisme. Dalam Harian Media Indonesia, 10 Desember.

——–. 2002. Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural. Keynote Address disajikan dalam Sesi Pleno I pada Simposium Internasional Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA ke-3: ‘Membangun Kembali “Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika”: Menuju Masyarakat Multikultural’, Universitas Udayana, Denpasar, Bali, 16–19 Juli 2002.

Sutrisno, Leo. 2006. Kepemimpinan dalam Dunia Akademis, dalam Harian Umum Pontianak Post, 14 April 2006: 14.

Turiman, 2000. Sejarah Hukum Lambang Negara Republik Indonesia: Suatu Analisis Yuridis Normatif Tentang Pengaturan Lambang Negara Dalam Peraturan Perundang-undangan. Tesis Magister Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia.

Uray, Roekijat. 2006. Pilihlah Pemimpin yang Memenuhi Persyaratan, dalam Ptk. Post. 25 Agustus 2006:21.

Wallerstein, Emmanuel. 1984. The Politics of The Capitalist World Economy. Cambridge: Cambridge University Press.

Widjajanto.2001. Kegiatan Tahap Konsolidasi dalam Membangun Perdamaian. Jakarta: Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

Yanis, Mohammad. 1983. Kapal Terbang Sembilan. Pontianak-Jakarta: Diterbitkan oleh PT. Inti Daya Press atas nama Yayasan Universitas Panca Bakti.

Yasmi, Yurdi, Syarif I. Alqadrie, Gusti Azhari, Tri Budiarto, Ngusmanto, Erdi Abidin, Heru Komarudin, Sian McGrath, Zulkifli dan Afifudin. 2005. The Complexities of Managing Forest Resources in Post decentralization Indonesia:       A Case Study from Sintang District, West Kalimantan. Bogor, Indonesia: Center for International Forestry Research.

. MATAHARI AKAN TERBIT DI BARAT (Kumpulan Karangan Terpilih Sejak 1986-2010) di Terbitkan oleh PT Borneo Tribune Press 2012. Bagian Ke Enam

Bagian 6, bab XLV – LII

POLITIK INTERNASIONAL DAN NASIONAL, MASALAH

SOSIAL DAN PEMBANGUNAN DAERAH

XLIV Policies Must Change to Root out Terror …………
  1. Bagian 1: Versi Bahasa Inggris ………………..
  1. Bagian 2: Versi Bahasa Indonesia …………….
XLV Hubungan KalBar – Serawak   ………………………
XLVI Opsi Bagi Timur Timor     ………………………………
XLVII Rumah Toko atau Toko Saja     ………………………..
XLVIII Kebangkitan Kembali Panembahan Mempawah:

Kembangkan Pusat Pendidikan dan

Pertumbuhan Ekonomi   ……………………………..

  1.   Bagian 1   ……………………………………………..
  1. Bagian   2   ……………………………………………..
XLX Diaspora Melayu: Persebaran dan Ketidak-

Kompakan     ………………………………………………..

  1. Bagian 1   ………………………………………………..
  1. Bagian 2 ………………………………………………..
XLXI PSSI, Ancaman FIFA dan Nilai Budaya Siri’   ……
XLXII Kasus “Buaya Cicak”, Bank Century dan Markus; Musibah, Hikmah atau Proses Kehancuran Bangsa”
  1. Bagian 1   ………………………………………………..
  1. Bagian 2 ………………………………………………..
  1. Bagian 3 ………………………………………………..

. MATAHARI AKAN TERBIT DI BARAT (Kumpulan Karangan Terpilih Sejak 1986-2010) di Terbitkan oleh PT Borneo Tribune Press 2012. Bagian Ke Lima

Bagian 5, Bab XXXVI – XLIV

REFORMASI, PERUBAHAN SOSIAL, RESTRUKTURISASI,

PEMEKARAN WILAYAH, DAN KONDISI UNTAN

XXXV Pemekaran, Kondisi Wilayah, dan Wewenang

Khusus Gubernur     ………………………………………

  1. Bagian 1 ………………………………………………..
  1. Bagian 2 ………………………………………………..
XXXVI Kondisi Khusus dan Pemekaran Wilayah Kabupaten Kapuas Hulu Utara/Badau   ………….
XXXVII Hipotesis 2020-an, Konsep Putera Daerah,

Pemekaran Wilayah dan Geo-Ethno Politics

dalam PilKaDa KalBar     ………………………………..

  1. Bagian 1 ………………………………………………..
  1. Bagian 2 ………………………………………………..
  1. Bagian 3 ………………………………………………..
XXXVIII Morkes Effendi “Siagian” (?) Dan Fenomena Pilkada: Konsep Putera Daerah   …………………….
XXXIX Keterpurukan PLN, OtDa dan Harga Diri …………
XL Restrukturisasi PLN dalam Perspektif

Perubahan Sosial Dan Otonomi Daerah …………..

  1. Bagian 1 ………………………………………………..
  1. Bagian 2 ………………………………………………..
XLI Pemilihan Rektor dan Masa Depan UNTAN   ……..
XLII Dialog Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan

Balon Rektor: Empat Hal Pokok yang

Dipertanyakan dan Dihadapi UNTAN   …………….

  1. Bagian 1 ……………………………………………….
  1. Bagian 2 ……………………………………………….
XLIII Kekerasan Antar Mahasiswa dan Akar Masalah

. MATAHARI AKAN TERBIT DI BARAT (Kumpulan Karangan Terpilih Sejak 1986-2010) di Terbitkan oleh PT Borneo Tribune Press 2012. Bagian Ke Empat

Bagian 4, Bab XXVIII – XXXV

KEPEMIMPINAN, POLITIK KEPENTINGAN, POLITIK LOKAL, KETOKOHAN, DAN SEJARAH SOSIAL DI KESULTANAN QADARIYAH
XXVII Cinta, Politik dan Kepentingan   …………………….
  1. Bagian 1   ……………………………………………….
  1. Bagian 2   ……………………………………………….
XXVIII PilKaDa KalBar dan Nanan Sukarna   ……………..
  1. Bagian 1   ……………………………………………….
  1. Bagian 2   ……………………………………………….
XXIX Kenangan, Harapan Buat KaPolDa Lama dan

Baru, dan Obsesi Bagi Kepala Daerah KalBar ….

  1. Bagian 1   ……………………………………………….
  1. Bagian 2   ……………………………………………….
XXX KaPolDa, Pin Anti KKN, dan Siri’ Masiri
  1. Bagian 1   ……………………………………………….
  1. Bagian 2   ……………………………………………….
XXXI Erwin Mengakar di Hati Masyarakat ……………….
XXXII Pola Tingkah Laku Politik Lokal di Kesultanan

Qadariyah Pontianak Hingga 1950   ………………..

  1. Bagian 1   ………………………………………………
  1. Bagian 2   ………………………………………………
  1. Bagian 3     ………………………………………………
XXXIII Gubernur Baru KalBar dan Korelasi Antar Variabel …………………………………………………….
  1. Bagian 1 ………………………………………………..
  1. Bagian 2 ………………………………………………..
XXXIV In Memoriam Mayjen (Purn.) H. Aspar Aswin:

Tujuh Hari Wafatnya Tokoh dan Mantan

Gubernur KalBar     ……………………………………….

  1. Bagian 1 ………………………………………………..
  1. Bagian 2 ………………………………………………..

MATAHARI AKAN TERBIT DI BARAT (Kumpulan Karangan Terpilih Sejak 1986-2010) di Terbitkan oleh PT Borneo Tribune Press 2012. Bagian Ketiga

Bagian 3, Bab XIX – XXVII

KONFLIK, KEKERASAN, PROSES KEHANCURAN HUTAN, HIPOTESIS 2020-AN, DEMOKRASI DAN HAM, DAN MEMBANGUN PERDAMAIAN

XIX         Konflik Etnis di Sambas: Suatu Reaksi yang Berlebihan: Tanggapan terhadap Tulisan Didiek J. Rachbini   ……………………………………………….

XX           Pembalakan Hutan dan Tiga Dimensi Kekerasan

  1. Bagian 1 ……………………………………………….
  2. Bagian 2 ……………………………………………….

XXI         Illegal Logging dan Resiko Sang Komandan

PilKaDa KalBar, Pemekaran Wilayah dan Hipotesis 2020-an   ……………………………………..

XXII        HAM Dan Pelanggaran Dasar Terhadapnya

  1. Bagian 1 …………………………………………………
  2. Bagian 2 …………………………………………………

XXIII       Aspek Politik, Ekonomi Dan Pendidikan Dalam Penerapan Demokrasi Dan HAM   …………………..

XXIV      Kasus Gang 17, Hipotesis 2020-an, PilKaDa KalBar dan PilWaKo 2008   ……………………………

  1. Bagian 1 ………………………………………………..
  2. Bagian 2 ………………………………………………..

XXV        Proses Membangun Perdamaian (Peace

Building Process)   ………………………………………..

XXVI      Keprihatinan dan Kearifan; Seruan Berbalas Pernyataan Sikap

A. Bagian 1 ………………………………………………..

B  Bagian 2 ………………………………………………..

MATAHARI AKAN TERBIT DI BARAT (Kumpulan Karangan Terpilih Sejak 1986-2010) di Terbitkan oleh PT Borneo Tribune Press 2012

Bagian 2, Bab X- XVIII

BAGIAN KEDUA

PEMILIHAN UMUM DAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH: PEMILIHAN GUBERNUR, PEMILIHAN BUPATI DAN PIMILIHAN WALIKOTA (PILWAKO)
PilKaDa KalBar Langsung: Alternatif dan

Perspektif di Dalammya     ………………………………

CaPres GolKar dan Setahun Pemerintahan

  1. Habibie   ……………………………………………….
Proses Perjalanan Balonpres Dalam Pilpres 2004
A. Bagian 1   …………………………………………….
B. Bagian 2   …………………………………………….
Prediksi CaPres-CaWaPres Dalam PeMiLu 2004
A. Bagian 1   …………………………………………….
B. Bagian 2   …………………………………………….
Pemilihan Bupati Sambas: Muri dan Kebijakan ”Tak   Populis”   ……………………………………………
PilKaDa Landak dan Provinsi KalBar: Keberhasilan, Multikulturalisme dan Clean Governance   ……………………………………………….
Sejarah Baru Dalam Pemilihan Walikota

Singkawang: ”Beban” Psikologis(?)   ………………..

Bagian 1   …………………………………………….
Bagian 2   …………………………………………….
C. Bagian 3   …………………………………………….
D. Bagian 4   …………………………………………….
Pilbub Sintang: Tantangan Bagi Kekhasan Kawasan Pedalaman   ………………..
Pilbub Ketapang 2010: Karakter Khas Masyarakat dan Transformasi Konflik     ………………..